Stop berbisnis dengan perusahaan kertas APP!

Gajah-gajah Sumatera mandi di sungai Untuk kertas, karton dan selulosa habitat hewan dihancurkan. (© vincentraal - CC BY-SA 2.0)

Perusahaan kertas asal Indonesia APP sejak puluhan tahun merusak hutan hujan dan rawa gambut, menghancurkan habitat orang utan dan harimau serta mengabaikan hak-hak masyarakat. Aktivis lingkungan dan HAM oleh karena itu menuntut investor dan pelanggan memutuskan hubungan dagang dengan APP.

Berita & update seruan

Kepada: Investor dan pelanggan APP

“LSM lingkungan dan HAM membuat tuduhan serius kepada perusahaan kertas APP. Putuskan hubungan dagang dengan APP.”

Membaca surat

Karena kebutuhan kertas naik ditebanglah hutan hujan tropis dan oleh perusahaan kertas dan selulosa dirubah menjadi tanaman monokultur pohon akasia. Bidang usaha ini turut bertanggung jawab atas rusaknya hutan hujan, terutama di Sumatra. Dan usaha ini juga terlibat berbagai konflik dengan masyarakat setempat, diikuti dengan kekerasan, intimidasi dan intrik ilegal.

Perusahaan asal Indonesia Asia Pulp & Paper (APP) adalah salah satu produsen terbesar di dunia. Tanggal 4 Maret 2020 PT Wirakarya Sakti (WKS) perusahaan yang diawasi APP diduga telah menggunakan drone untuk menyemprot racun ke ladang dan kebun di desa Lubuk Mandarsah dan dengan begitu mengancam mata pencaharian masyarakat. WKS mengklaim lahan itu untuk perkebunan kayu akasia. APP membantah tuduhan-tuduhan tersebut.

Aksi penyemprotan bukanlah satu-satunya: Ada banyak konflik antara perkebunan APP atau para pemasok APP dengan masyarakat. LSM-LSM Indonesia dan Enviromental Paper Network telah mendokumentasikan 107 konflik di lebih dari 350.000 hektar tanah.

Sejak 2013 APP berjanji untuk menghargai hak-hak masyarakat, mengimplementasikan prinsip persetujuan atas dasar informasi di awal tanpa paksaan (FPIC) dan menghindari konflik sosial. Oktober 2019 APP telah berjanji mencari jalan keluar dari setengah jumlah konflik. Namun intimidasi dan kekerasan terus saja terjadi. Lebih parah lagi adalah penebangan hutan melahirkan kekerasan dan tindakan semena-mena yang baru.

Perusahaan ini pada Februari 2013 telah mengumumkan Forest Conservation Policy (FCP) dan menjanjikan tidak lagi menebang hutan alami. Kenyataan sebaliknya: deforestasi sedang terjadi di Kalimantan!

90 LSM lingkungan dan HAM menuntut para investor dan pelanggannya untuk tidak lagi berhubungan dagang dengan APP, anak-anak perusahaannya dan pemasoknya hingga perbaikan radikal di sepanjang seluruh rantai produksinya terjadi.

Di sini Anda baca surat terbuka dari 90 LSM lingkungan dan HAM yang orisinil:

Latar belakang

Surat terbuka oleh sembilanpuluh organisasi mengenai pelanggaran hak atas tanah masyarakat Jambi oleh Asia Pulp & Paper APP

Logos NGOs Letter on APP violation (20200515)

Civil Society Open Letter About APP’s Recurrent Violation of Farmers’ Land Rights in Jambi, Indonesia

15 May 2020

Dear Madam/Sir,

We are contacting you about the destruction of community food resources in the village of Lubuk Mandarsah, Tebo Regency, Jambi Province, Indonesia, perpetrated by PT. Wira Karya Sakti (WKS). WKS is an industrial pulpwood producer affiliated with Asia Pulp and Paper Sinar Mas (APP Sinar Mas), one of Indonesian main pulp companies. On the morning of 4 March 2020, a drone sprayed poison on the community’s rubber trees, vegetables, and palm trees. This is the way PT Wirakarya Sakti resolved its conflict with the local community: by jeopardising the safety of their food and livelihood in the middle of the Covid-19 crisis.

This is not the first violation by WKS. In 2015, a farmer union leader, Indra Pelani, engaged in protecting community land, was brutally killed by WKS security.

Back in November 2019, the security team of PT Arara Abadi, another APP supplier, had arrested Pak Bongku, a member of the Sakai indigenous people, for planting sweet cassava in his ancestral land claimed by the company.

In areas sought by Indonesian pulp and paper giants for their business development, social conflicts that lasted one or two decades may intensify.

Indonesian paper giants repeatedly promised a fair resolution to all their social conflicts in the region, but now they seem to go back to their original attitude, dealing with conflicts using intimidation, violence and abuses.

This attitude is not only wrong, but may become dangerous and escalate violence, considering the scale of these conflicts:a comprehensive mapping done by EPN, together with a coalition of Indonesian NGOs, revealed that APP’s affiliates or suppliers are involved in conflicts with 107 communities in Indonesia, involving around 350,000 ha of disputed land.

In reaction to PT. WKS’s behavior towards local communities, and to prevent this from happening again, we urge buyers and financial institutions to take the following actions:

● NOT to do business with APP, its brands and / or affiliated companies, until it is proven and verified that APP has made radical changes across their business. The abuses committed in the Lubuk Mandarsah community, as well as the repression against the Sakai traditional community, are clear evidence of APP’s failure to resolve their social conflicts and respect community rights, despite their commitment to do so included in their Forest Conservation Policy. This is also one reason why NGOs keep questioning APP’s claim that, as of October 2019, they are on track to resolve about 49% of their conflicts with their concessions and suppliers.

● We, Indonesian and international organizations, encourage buyers and investors to avoid brands and papers linked to APP, Sinar Mas, Paper Excellence and their sister companies controlled by APP’s owner, the Widjaya family.

We hope all parties conducting business with APP, or planning to, will be able to take a strong position immediately in relation to the latest incident. We thank you in advance for your support and cooperation.

Sincerely,

ARA (Germany), Atap Hijau Indonesia - Lampung (Indonesia), Auriga Nusantara (Indonesia), Australian Forest & Climate Alliance (Australia), Bahtera Alam, Riau (Indonesia), BankTrack (The Netherlands), Beranda Perempuan (Indonesia), Blue Dalian (China), BOS (Germany), Canopy (Canada), China Environmental Paper Network (China), Conservatree (USA), Denkhaus Bremen (Germany), Dogwood Alliance (USA), Earthqualizer, Bogor (Indonesia), Edo Rakhman, WALHI Nasional (Indonesia), G-cinDe Jambi (Indonesia), Environment East Gippsland inc (Australia), Environmental Paper Network (International), Eyes on the Forest, Riau (Indonesia), Perkumpulan Hijau Jambi (Indonesia), FERN (Belgium), FoE US (USA), Forest Peoples Programme (UK), Forum Ökologie & Papier, (Germany), Forum Umwelt und Entwicklung (Germany), Yayasan PUSAKA Bentala Rakyat (Indonesia), Friends of the Earth (Finland), Friends of the Earth Western Australia (Australia), Friends of the Siberian Forests (Russia), Gemawan - West Kalimantan (Indonesia), Gippsland Environment Group (Australia), Glen Eira Environment Group Inc (Australia), Global Forest Coalition (international), Goongerah Environment Group (Australia), Greenpeace South-East Asia (Indonesia), HaKI South Sumatra (Indonesia), KPKA Rimba Negri (Indonesia), Yayasan Mitra Insani -Riau (Indonesia), INSPERA (Indonesia), Yayasan Keadilan Rakyat (Indonesia), Japan Tropical Forest Action Network –JATAN (Japan), Jikalahari, Riau (Indonesia), JMGR Riau (Indonesia), JMGS South Sumatra (Indonesia), Kaliptra Andalas Riau (Indonesia), Kanopi Hijau Indonesia -Aceh (Indonesia), Kanopi Hijau Indonesia -Bengkulu (Indonesia), Green of Borneo, Kalimantan (Indonesia), KKI WARSI - Jambi (Indonesia), KPA Regional Jambi (Indonesia), KSPPM North Sumatra (Indonesia), Perkumpulan Layung,West Kalimantan (Indonesia), LBH Padang (Indonesia), LBH Pekanbaru (Indonesia), Lembaga Bantuan Hukum Palembang, South Sumatra (Indonesia), Lingkar Hijau Pesisir -Riau (Indonesia), Linkar Borneo - West Kalimantan (Indonesia), LPESM Riau (Indonesia), Milieudefensie (The Netherlands), Perkumpulan Lingkar Hijau, South Sumatra (Indonesia), Perkumpulan Nurani Perempuan - East Kalimantan (Indonesia), Perkumpulan SALIM, South Sumatra (Indonesia), PINUS South Sumatra (Indonesia), Pro Regenwald (Germany),Quercus (Portugal), Rainforest Action Network –RAN (USA), Rainforest Rescue (Germany), Perkumpulan Walestra (Indonesia), Robin Wood (Germany),Scholar Tree Alliance (China), Serikat Hijau Indonesia -SouthSumatra (Indonesia), Serikat Petani Tebo, Jambi (Indonesia), (Indonesia), Snow Alliance (China), South East Region Conservation Alliance Srikandi Lestari -North Sumatra (Indonesia), Swandiri Institut, West Kalimantan (Indonesia), Terra! (Italy),TUK Indonesia (Indonesia), Urgewald (Germany), Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Indonesia), Walhi Bangka Belitung (Indonesia), Walhi East Kalimantan (Indonesia), Walhi Jambi (Indonesia), WALHI Riau (Indonesia), Walhi South Sumatra (Indonesia), Water Justice and Gender (Peru), Woods & Wayside International, Yayasan Masyarakat Kehutanan Lestari (Indonesia), Yayasan Sumpit - South Kalimantan (Indonesia)

Background information

● PT. WKS’ action of spraying poison by using drones, not only can damage community food security, but can also threaten the lives of the surrounding communities, including children and infants, as gardens are also the place where families and children socialize and play.

● Based on local community information and WALHI Jambi investigation, prior to the poisoning carried out by a group WKS officers, some community members who tried to peacefully stop the company activity in the conflict area, were intimidated and expelled by PT. WKS security officers.

● APP keeps violating its own conflict resolution protocol. In 2013 APP committed to resolve social conflicts by dialogue and to implement the FPIC procedure for all new activities that potentially would affect the communities. Instead the company poisoned the fields, threatened the villagers, and finally reported them to the police. Furthermore, following the report from PT. WKS on March 11, 2020, one community member received an attendance notice from the Tebo Resort Police.

● The village of Lubuk Mandarsah in Jambi is one of the villages identified in the NGO coalition report as an active conflict area between PT. WKS and the community. The report published in October 2019 stated that there have been 107 active conflicts and 600s potential conflicts involving APP in Indonesia. Conflicts in the Lubuk Mandarsah area have occurred since the early 2006. There have been several processes that have taken place since 2013, but WKS and APP are very slow and do not actively respond to and/or engage with community demands.

Surat

Kepada: Investor dan pelanggan APP

Ibu-Ibu dan Bapak-Bapak yang terhormat,

Perusahaan Anda sebagai investor dan pelanggan berhubungan dagang dengan perusahaan kertas dan selulosa asal Indonesia Asia Pulp & Paper.

APP untuk kesekian kalinya dituduh melukai hak masyarakat dan merusak hutan hujan.

Salah satu tuduhan terburuk: Tanggal 4 Maret 2020 PT Wirakarya Sakti (WKS) perusahaan yang diawasi APP diduga telah menggunakan drone untuk menyemprot racun ke ladang dan kebun di desa Lubuk Mandarsah dan dengan begitu mengancam mata pencaharian masyarakat.

APP membantah tuduhan itu. Namun dilihat dari perilaku bisnisnya hingga kini dan reaksi APP atas masalah yang terjadi, bantahan itu terasa skeptis.

Yang dikhawatirkan adalah masyarakat dan alam setempat akan terus menderita oleh APP.

90 LSM lingkungan dan HAM menuntut para investor dan pelanggannya untuk tidak lagi berhubungan dagang dengan APP, anak-anak perusahaannya dan pemasoknya hingga perbaikan radikal di sepanjang seluruh rantai produksinya terjadi.

Tolong Anda sadari tanggung jawab Anda dan putuskan hubungan dagang dengan APP.

Dengan hormat

Berita & update

2024:

Apakah petisi yang diajukan kepada investor dan pelanggan APP berhasil membuat perubahan dan mencapai tujuannya?

+ Dalam beberapa tahun terakhir, beberapa mitra bisnis telah memutuskan hubungan dengan APP.

+ APP telah berjanji untuk tidak menebang hutan alam lagi mulai tahun 2020.

- Namun, berbagai analisis menunjukkan bahwa janji tersebut tidak ditepati. Sebaliknya, APP justru memperluas produksinya secara besar-besaran. Perusahaan tersebut membuka pabrik besar lainnya di Sumatera Selatan pada akhir tahun 2016.

- Sejak tahun 2017, produksi pulp Indonesia telah meningkat sebesar 46 persen.

- Sejak tahun 2017, industri kertas telah merusak lebih banyak hutan hujan daripada sebelumnya! Hal ini ditunjukkan oleh analisis Trase Earth dari evaluasi citra satelit.

- Sebanyak 98 persen kayu yang digunakan berasal dari Kalimantan.

Permintaan kami kepada investor, mitra bisnis, dan pelanggan tetap ada: STOP berbisnis dengan APP, anak perusahaan dan pemasoknya.

Kami menghimbau konsumen untuk mengurangi konsumsi kertas dan kemasan secara signifikan.


berita · 24 Apr 2024

Perusahaan kertas APP ancaman bagi hutan hujan Indonesia

Topeng harimau

Perusahaan kertas asal Indonesia APP sejak puluhan tahun merusak hutan hujan dan rawa gambut, menghancurkan habitat orang utan dan harimau serta mengabaikan hak-hak masyarakat. Beberapa pelanggan APP telah memutuskan hubungan dagangnya. Tapi penebangan hutan malah semakin marak.

selanjutnya

berita · 3 Apr 2024

Tetua masyarakat adat di Sumatra Utara diculik karena menentang perusahaan kertas Toba Pulp Lestari

Sorbatua Siallagan, tetua masyarakat adat di Sumatra Utara, diculik dan ditahan karena ingin melindungi hutannya dari perusahaan kertas. Protes berhari-hari menuntut: Tutup Toba Pulp Lestari!

selanjutnya

Petisi ini tersedia dalam bahasa-bahasa berikut:

163.594 Pendukung

Bantulah kami mencapai 200.000:

aktivitas sebelumnya

Pesan buletin kami sekarang.

Tetap up-to-date dengan newsletter gratis kami - untuk menyelamatkan hutan hujan!