Lindungi biodiversitas – dengan serius! PBB harus memperkuat hak-hak masyarakat adat
Sekitar satu juta jenis hewan dan tumbuhan bisa punah, jika perlindungan biodiversitas gagal. Oleh karena itu konferensi PBB tentang biodiversitas di bulan desember nanti akan memutuskan bahwa hingga sekitar tahun 2030, 30 persen dari seluruh permukaan bumi harus dilindungi. Namun rencana tersebut bermasalah.
Berita & update seruanKepada: Ibu Elizabeth Maruma Mrema dan negara-negara anggota CBD
“Mengenai kepunahan spesies kita tidak boleh mengandalkan konsep „tambah kawasan konservasi“, melainkan solusi yang berarti: Perkuat hak-hak masyarakat adat!”
Kawasan konservasi bisa berperan penting bagi kelestarian biodiversitas dan iklim, namun kawasan konservasi bukanlah obat mujarab.
Hak-hak, pengetahuan dan pola hidup masyarakat adat dan komunitas lokal lainnya pengaruhnya sering lebih besar. Berbagai studi menyatakan bahwa alam akan lebih terjaga kondisinya bila masyarakat adat diberi tanggung jawab dan memiliki hak atas lahan.
Rencana seperti „30 % hingga 2030“ membuat lonceng bahaya aktivis lingkungan dan HAM semakin melengking: Hingga 300 juta manusia akan menderita jika wilayah mereka tiba-tiba harus dilindungi, padahal hingga kini mereka hidup serasi dengan lingkungannya.
Kawasan konservasi seperti taman nasional sering mengikuti konsep „konservasi benteng“, dimana manusia dan alam harus dipisah dengan tegas. Kadang-kadang dijalankan oleh eco-guards yang besenjata berat. Dari sejumlah besar kawasan konservasi didapat berita tentang pelanggaran HAM hingga pembunuhan.
„Biarkan hutan tumbuh bersama tradisi masyarakat adat yang sudah menyatu dengan alam“, ujar Aman Jarum, Ketua Harimau Pining di Aceh.
„Model perampasan lahan masa depan ini harus dihentikan“, ujar Ladislas Désiré Ndembet dari organisasi Synaparcam di Kamerun.
Bisakah kawasan konservasi menolong biodiversitas? Hal ini meragukan. Sebab meskipun jumlahnya banyak namun krisis iklim dan biodiversitas semakin bertambah besar.
Yang lebih bermanfaat dari pada target 30 persen yang ditetapkan dengan sewenang-wenang itu adalah membuat lebih baik sistim perlindungan biodiversitas terutama di wilayah dimana biodiversitasnya yang terbanyak, contohnya di hutan hujan.
Yang penting selain itu adalah kita harus memperbaiki pola hidup dan pola belanja kita yang berdasarkan oleh konsumsi bahan mentah, produk-produk agraria dan energi yang berlebihan.
Mengenai kepunahan spesies dibutuhkan solusi yang berarti, bukannnya konsep yang tidak berarti. Tolong tuntut komunitas negara-negara di dunia untuk memperkuat hak-hak masyarakat adat.
Berapa banyak kawasan konservasi?
Pada juni 2022 di dunia terdapat 253.368 kawasan konservasi. Dengan begitu keseluruhan terdapat 21 juta kilometer persegi berstatus dilindungi. Luas ini kira-kira sebesar sepuluh kali luas wilayah indonesia. Dengan rencana PBB „30 persen hingga 2030“ wilayah tersebut akan berlipat ganda.
Apa saja jenis wilayah konservasi yang ada?
Di seluruh dunia terdapat banyak jenis dan kategori kawasan konservasi. Perbedaan ini terutama tergantung dari apa yang berharga untuk dilindungi di sana, siapa yang bertanggung jawab, apa yang diijinkan dan apa yang dilarang. Di sini bisa Anda lihat ikhtisar global.
Di Indonesia terbentang berbagai jenis kawasan lindung nasional, mulai dari kawasan hutan lindung, kawasan suaka alam, kawasan ekosistem mangrove hingga taman nasional, seperti ditepatkan dalam PP No. 13 Tahun 2017. Dari luasan 24 juta ha kawasan konservasi terrestrial/CA (taman nasional dan cagar alam) paling sedikit 10 persen telah terambah serius, sangat terdegradasi atau diubah peruntukannya.
Di tingkat internasional terutama kawasan-kawasan warisan dunia dan Man and the Biosphere Reserves dari Unesco serta Ramsar sites (lahan basah) punya peran sangat penting. Uni Internasional untuk Konservasi Alam (IUCN) membagi kawasan konservasi dari kategori 1 sampai 6.
Konvensi Biodiversitas (Convention on Biological Diversity, CBD) membahas tentang „protected areas“ dan tentang „other effective area-based conservation measures“ (kawasan lindung dan aturan konservasi efektif lainnya yang terkait dengan wilayah).
Mengapa tema kawasan konservasi kini ramai dibicarakan?
Alasan mengapa peran kawasan konservasi kini ramai dibicarakan karena rencana dari PBB dan banyak negara untuk menjadikan 30 persen wilayah bumi sebagai kawasan konservasi. WWF dan beberapa ilmuwan bahkan mengusulkan 50 persen.
Pada Konferensi PBB bulan desember 2022 di Montréal (Kanada), Konvensi Biodiversitas (Convention on Biological Diversity, CBD) mencanangkan target „30 by 30“. Untuk itu di seluruh dunia hingga tahun 2030, 30 persen wilayah daratan dan laut harus dijadikan kawasan lindung.
Perjanjian kerangka kerja ini „Post-2020 Global Biodiversitiy Framework“ akan menentukan politik kawasan lindung untuk beberapa dekade, jauh melampaui 2030. Keputusan yang salah akan sulit untuk diperbaiki.
Dari mana asal jumlah 30 persen sebagai target?
Tahun 2011 komunitas negara-negara di dunia telah menetapkan jumlah sebagai target: hingga 2020 sedikitnya 17 persen daratan dan perairan di daratan atau 10 persen wilayah pesisir dan laut harus dijadikan kawasan lindung. Tapi tidak satupun dari apa yang disebut tujuan-tujuan AICHI yang benar-benar tercapai. Hal yang sama terjadi juga dengan Sustainable Development Goals (SDGs) tentang pembangunan berkelanjutan.
Jumlah 30 persen bisa mudah dilihat sebagai Marketing-Instrument. „30 hingga 30“ lebih berkesan dari pada, contohnya, „25 hingga 2030“ atau „40 hingga 2025“. Yang jelas tidak ada landasan ilmiah untuk jumlah tersebut. Juni 2022 para peneliti menghitung target kawasan lindung sebesar 44 persen (majalah Science) dimana 1,8 miliar manusia hidup. Ahli biologi dan penulis populer O. Wilson menyebut target „setengahnya bumi“ – yang terdengar seperti bahwa kita manusia harus adil membagi bumi dengan alam.
Namun menurut sebuah studi di tahun 2020 adalah sudah cukup dengan memperluas sekitar 2,3 persen luas kawasan konservasi guna melindungi hampir seluruh spesies yang terancam punah atau langka. Tapi yang menakjubkan adalah para penulis studi tersebut mendukung target 30 persen.
Apakah persentase benar-benar berguna?
Hal ini bisa diperdebatkan. Sebagai contoh, 30 persen bisa dicapai dengan jalan Gurun Sahara dan sebelah utara Kanada serta Siberia diberikan perlindungan – tapi untuk biodiversitas ini tidak cukup berarti. Karena di sana hidup sedikit manusia, konflik sosial relatif mudah dihindari.
Agar 30 persen bisa bermanfaat, maka daerah-daerah dengan biodiversitas yang tinggi harus dilindungi – disana hidup ratusan juta manusia dimana hak-haknya mungkin dirampas. Sebagai tambahan: Biodiversitas yang terbesar sering ditemukan di tanah tradisi masyarakat adat atau kelompok masyarakat pinggiran lainnya. Pokok dan pola kehidupan mereka benar-benar terancam bahaya.
Disamping itu target 30 persen sebenarnya bisa dicapai hari ini, bila wilayah masyarakat adat dilindungi. Untuk itu PBB dan pihak lainnya harus mengakui bahwa pola hidup masyarakat adat merupakan faktor yang menentukan bagi wilayah konservasi.
Apa hubungannya „30 hingga 30“ dengan keadilan global?
Rangkuman: Negara-negara Global North menjadi kaya karena mereka konsisten memeras alam. Merekalah yang terutama menyebabkan krisis biodiversitas dan iklim. Kini sebagian luas bumi harus dilindungi agar krisis tidak memburuk. Tapi karena alam yang masih utuh dan biodiversitas yang terbanyak terdapat terutama di negara-negara tropis miskin, maka merekalah yang paling menderita, karena mereka harus menyerahkan wilayahnya mendapatkan perlindungan khusus, alih-alih memanfaatkan sumber dayanya. Ini berarti: negara-negara miskin dituntut untuk menyerah, sementara negara-negara kaya bebas memanfaatkan sumber daya di negara-negara miskin.
Siapa yang menderita oleh kawasan konservasi dan target seperti „30 hingga 30“?
Yang dikhawatirkan adalah komunitas masyarakat adat dan masyarakat lokal masuk ke dalam kelompok yang kalah. Hingga 300 juta manusia bisa terkena dampak buruk, bila wilayah mereka tiba-tiba harus „dilindungi“, padahal hingga kini mereka hidup harmonis dengan lingkungannya. (Pada 50 persen akan terdapat lebih dari satu miliar manusia yang menderita.)
Mongabay (majalah lingkungan online) menulis bahwa „30 by 30“ telah menjadi „medan perang konservasi(„conservation battleground“).
Isyarat ini menggambarkan „30 hingga 30“ yang mengikuti pola neo-kolonialis “konservasi benteng“ militer (Fortress Conservation) yang tidak melibatkan masyarakat lokal dan terutama masyarakat adat, melainkan justru menindas, terus memarginalkan dan melanggar hak-hak mereka. Pengalaman dari kawasan konservasi terutama di Afrika dan Asia sangat mengkhawatirkan. Contohnya di cekungan Kongo dalam hal pendirian 34 kawasan lindung, terdapat 26 kasus dimana penduduk setempat tidak mendapatkan uang ganti.
Di Indonesia, konflik yang tak terhitung jumlahnya masih belum terselesaikan. Telah terjadi beberapa pengusiran rakyat dari kawasan konservasi di Indonesia, diantaranya di TN Lore Lindu, TN Kutai, TN Meru Betiri, TN Komodo, TN Rawa Aopa Watumoi, TN Taka Bonerate, TN Kerinci Seblat dan beberapa kawasan lainnya.
Di Tansania, masyarakat adat Massai menderita akibat penggusuran dan kekerasan, sebab pemerintah ingin memperluas kawasan konservasi Ngorongoro Conservation Area (NCA). Kabarnya hal ini demi mendongkrak wisata. Selamatkan Hutan Hujan membuat kampanye dengan satu petisi yang bertujuan melindungi hak-hak suku Massai.
„30 hingga 30“ berbasis pada pandangan barat tentang alam dan konservasi alam serta mengabaikan pemahaman dan pengetahuan masyarakat adat.
Siapa yang mengambil keuntungan?
Pendirian dan pengelolaan kawasan konservasi dan „aturan pelestarian efektif lainnya yang terkait dengan wilayah“ bisa menguntungkan dan menawarkan sebuah pola bisnis baru bagi perusahaan dan organisasi lingkungan besar. Kritisi melihat hal ini sebagai satu sumber keuntungan baru bagi „industri-konservasi“.
Ke dalam „aturan pelestarian efektif lainnya yang terkait dengan wilayah“ termasuk „carbon offset“ dan „nature-based solutions“ seperti penanaman pohon dengan masif yang dikumandangkan untuk perlindungan iklim.
Sekarang inipun kawasan konservasi seperti taman nasional dikelola sebagai Public Private Partnership (PPP): Negara-negara menyerahkan tanggung jawab dan pengawasannya kepada perusahaan atau LSM.
Contohnya organisasi African Parks, sebuah organisasi selain organisasi-organisasi lainnya yang didirikan oleh milyader asal Belanda Paul Fentener van Vlissingen, yang pada tahun 2022 mengelola 22 taman nasional di 12 negara Afrika dengan wilayah seluas lebih dari 20 juta hektar (sekitar setengah luas Sumatra). Hingga tahun 2030 organisasi itu akan menambah jumlah tamannya hingga menjadi 30. Menurut sebuah situs web kegiatan ini „jelas menunjukkan adanya kepentingan ekonomi atas nama perlindungan fauna Afrika“. Presiden organisasi ini adalah Pangeran Inggris Harry, Duke of Sussex.
Langkah-langkah lain apa yang dilakukan CBD?
Dalam draf kontrak post-2020 global biodiversity framework disebutkan antara lain kawasan konservasi, "nature-based solutions" mencegah perubahan iklim, perdagangan hewan liar ,pencemaran lingkungan oleh limbah plastik, „hak-hak alam“ dan menghentikan subsidi negara yang mencemari lingkungan.
Visinya adalah hingga tahun 2050 hidup „harmonis dengan alam“. Untuk itu dibutuhkan perubahan „sistim ekonomi, sosial dan finasial“.
Meskipun dalam draf kontrak disebut hak-hak masyarakat adat dan komunitas lokal, pengetahuan tradisional dan hak-hak perempuan dan gadis remaja, namun pihak LSM mengkhawatirkan hal ini akan diabaikan.
Dengan latar belakang pandemi Covid, pemahaman tentang pandemi dan perusakan lingkungan adalah saling berhubungan bisa dilibatkan ke dalam meja perundingan, seperti apa yang disebut One-Health.
Yang jadi perhatian adalah pendanaan. Negara-negara kaya yang berandil besar pada krisis spesies, bertanggung jawab menyediakan dana bermiliar-miliar Euro. Sangat disangsikan apakah mereka sanggup melakukan itu? Dalam hal perlindungan iklim saja pernyataan-pernyataan yang sebenarnya kurang berarti bagi solusi yang efektiv, tidak ditepati.
Yang jelas adalah bahwa target tahun 2020 telah jauh meleset. Dengan begitu pokok landasan perundingan hingga 2030 adalah tidak kuat. Beberapa negara anggota bahkan meragukan makna dari tujuan perundingan itu. Hal ini karena kurangnya implementasi dan pendanaan dari target-target sebelumnya.
Mengapa biodiversitas terancam?
Begitu banyak spesies yang sudah punah seperti yang terjadi di 66 juta tahun yang lalu ketika dinosaurius lenyap. Kepunahan masal yang ke enam dalam sejarah dunia ini bukanlah disebabkan oleh hantaman asteroid, melainkan oleh kita. Manusia merubah dan merusak habitat flora dan fauna, berburu, mencemari lingkungan dengan racun serta merusak iklim sedemikian rupa sehingga banyak spesies yang tidak bisa lagi beradaptasi.
Untuk mengetahui lebih banyak akan Anda baca di halaman topik biodiversitas kami.
Seberapa penting konferensi PBB bagi biodiversitas COP 15?
Ekstrim penting!
Karena kita yang menyebabkan kepunahan masal spesies, maka kita bisa bertindak menghindari hal yang lebih buruk. Untuk itu kita harus segera mengambil tindakan yang betul-betul berguna. Konferensi PBB tentang biodiversitas COP 15 menetapkan arah bagaimana konservasi spesies akan diatur dalam beberapa dekade ke depan.
Keraguan sudah terasa sebelum konferensi. China sebagai tuan rumah hanya mengundang mentri, bukannya pemimpin negara dan pemerintahan. Nampaknya pemerintah China ingin membuat tema konferensi itu menjadi lembut, padahal keberhasilan pertemuan internasional itu sangat ditentukan oleh kesungguhan tuan rumah.
(Secara formal China adalah tuan rumah COP 15, tapi karena pandemi Covid konferensi ini dipindahkan ke Kanada, dimana CBD berdomisili.)
Kepada: Ibu Elizabeth Maruma Mrema dan negara-negara anggota CBD
Yang terhormat Ibu-ibu dan Bapak-bapak CBD,
yang terhormat wakil negara-negara anggota CBD,
Selain krisis iklim, susutnya biodiversitas adalah salah satu krisis eksistensial jaman kita. Krisis-krisis ini menuntut kita melakukan reformasi yang sesungguhnya dan tindakan yang berani.
Kawasan suaka dalam hal ini memiliki arti penting, sekaligus terbeban resiko besar. Tujuan post-2020 global biodiversity framework yaitu hingga 2030 seluas 30 persen wilayah bumi akan terlindung, mengandung banyak bahaya.
- Banyak kawasan suaka yang mengalami tindakan penggusuran, pemiskinan dan kekerasan. Perlindungan alam dibeli dengan pelanggaran HAM. „30 by 30“ bisa menjadi kasus perampasan tanah terbesar sepanjang sejarah.
- Banyak kawasan suaka yang tidak bisa berperan besar melestarikan alam. Pembangunan kawasan suaka hanya memiliki fungsi alibi dan berpaling dari langkah-langkah yang berguna.
- Nilai target seperti 30 bahkan 50 persen hanya berdasarkan pada kepentingan politik bukanlah pada fakta-fakta ilmiah.
- Pembangunan dan pengelolaan wilayah suaka menjanjikan keuntungan bagi organisasi dan perusahaan besar yang biasanya berasal dari barat atau menolong perusahaan melalui lahan yang berkedok „nature-based solutions“ untuk meneruskan model bisnis mereka yang merusak iklim.
Secara bersamaan pandangan yang didasari oleh ilmu pengetahuan semakin bertambah banyak; alam lestari yang terbaik berada di tempat dimana masyarakat adat dan penduduk disekitarnya hidup dan hak-hak mereka dilindungi.
Oleh karena itu kami memohon Anda:
- Perkuat hak-hak masyarakat adat dan penduduk disekitarnya. Lebih jelasnya mengenai kepastian hak atas hutan dan tanah, persetujuan bebas - didahulukan - dan diinformasikan, perlindungan akan kekerasan dan penggusuran serta partisipasi yang adil pada pembangunan ekonomi dan sosial.
- Perkuat peranan masyarakat adat dan penduduk disekitarnya dalam perundingan internasional dan dalam pelaksanaan atau pemantauan kesepakatan yang sudah disetujui. Juga pengetahuan tradisi masyarakat adat harus dilibatkan.
- Berupayalah agar kehidupan masyarakat adat dan penduduk disekitarnya secara keuangan lebih baik lagi, juga agar mereka bisa menjalankan peran mereka sebagai penjaga alam lebih leluasa lagi.
Salam hormat
Pertanyaan dasar: Mengapa biodiversitas sangat penting?
Biodiversitas atau keragaman biologis meliputi tiga bidang yang sangat berkaitan satu sama lain: Keaneka ragaman hayati, keragaman genetik didalam spesies tertentu dan keragaman ekosistem, contohnya, hutan atau laut. Setiap jenis merupakan bagian dari ikatan hubungan yang sangat kompleks. Satu spesies punah, maka akan berpengaruh pada spesies lainnya dan keseluruhan ekosistim.
Kini di seluruh dunia terdapat hampir dua juta spesies. Para ahli memperkirakan jumlahnya masih jauh lebih banyak lagi. Hutan hujan tropis dan terumbu karang termasuk dalam ekosistem yang paling beragam dan yang paling kompleks dan terorganisir di dunia. Hampir setengah dari seluruh spesies flora dan fauna hidup di hutan tropis.
Keragaman biologis itu sendiri layak dilindungi dan selain itu juga sumber kehidupan kita. Kita tiap hari mengkonsumsi bahan makanan, air minum, obat-obatan, energi, pakaian atau bahan bangunan. Ekosistim yang utuh menjamin penyerbukan tanaman dan kesuburan tanah, melindungi kita dari bencana alam seperti banjir atau longsor, membersihkan air dan udara serta menyimpan CO2 yang merusak iklim.
Alam adalah rumah dan sekaligus tempat spiritual masyarakat adat. Mereka adalah pelindung hutan hujan yang terbaik, karena khususnya ekosistem yang utuh hanya bisa ditemui di habitat komunitas masyarakat adat.
Hubungan antara kehilangan alam dan penyebaran pandemi sudah diketahui jauh sebelum corona. Alam yang utuh dan beragam melindungi kita dari penyakit dan pandemi lainnya.
Dampak: Punahnya spesies, kelaparan dan krisis iklim
Keadaan alam di seluruh dunia menjadi buruk dengan dramatis. Sekitar 1 juta spesies flora dan fauna terancam punah di waktu dekat. Dalam daftar merah dari IUCN (Persatuan Internasional untuk Konservasi Alam) saat kini terdapat 37.400 spesies flora dan fauna terancam punah – rekor yang menyedihkan! Para ahli menyebutnya sebagai kepunahan masal yang keenam dalam sejarah dunia. Percepatan punahnya spesies yang disebabkan manusia menjadi ratusan kali lebih cepat dibanding 10 juta tahun terakhir.
Juga berbagai ekosistem di seluruh dunia - 75% wilayah daratan dan 66% lautan - terancam. Hanya 3% ekologi yang masih utuh, contohnya sebagian wilayah Amazon, Cekungan Kongo dan sebagian hutan Papua. Wilayah yang paling terkena adalah ekosistim yang beraneka ragam seperti hutan hujan dan terumbu karang. Sekitar 50% seluruh hutan hujan dirusak dalam 30 tahun terakhir. Musnahnya karang bertambah banyak seiring dengan meningkatnya temperatur global.
Penyebab utama dari rusaknya biodiversitas secara masif adalah perusakan habitat, pertanian intensif, penangkapan ikan berlebihan, pemburuan liar dan pemanasan iklim. Sekitar 500 miliar USD tiap tahunnya dikucurkan untuk perusakan alam di seluruh dunia, contohnya untuk peternakan masal, subsidi minyak bumi dan batu bara, penebangan hutan serta penutupan lapisan tanah dengan bahan bangunan.
Hilangnya biodiversitas punya dampak sosial dan ekonomi yang besar. Pemerasan sumber daya alam berada di atas penderitaan juta manusia di negara-negara di selatan bumi. PBB hanya bisa mencapai 17 tujuan pembangunan yang berkelanjutan, contohnya memerangi kelaparan dan kemiskinan, bila biodiversitas di seluruh dunia dijaga dan digunakan secara bekelanjutan demi generasi yang akan datang.
Tanpa pelestarian biodiversitas perlindungan iklim juga terancam. Perusakan hutan dan tegalan - keduanya penting untuk menyimpan CO2, - membuat iklim semakin panas.
Solusinya: Lebih sedikit berarti lebih banyak!
Sumber daya alam tidaklah tanpa batas. Hampir dua bumi yang kita butuhkan sebagai manusia. Berdasarkan penggunaan sumber daya saat kini maka tahun 2050 nanti sedikitnya dibutuhkan tiga. Untuk mempertahankan kelestarian biodiversitas sebagai sumber kehidupan kita, kita harus terus meningkatkan tekanan pada politik. Dan masih banyak yang bisa kita lakukan lagi dalam kehidupan sehari-hari.
Dengan tip sehari-hari ini orang juga bisa melindungi biodiversitas:
- Lebih sering tumbuhan: lebih banyak makan sayuran dan tahu atau paling baik tanpa daging sama sekali! Sekitar 80% lahan pertanian di dunia digunakan untuk peternakan dan penanaman tumbuhan untuk pakan hewan.
- Regional dan bio: bahan makanan yang dibuat secara ekologis mencegah penanaman monokultur yang luas dan penggunaan pestisida. Membeli produk regional selain itu menghemat energi yang besar!
- Hidup sadar: Butuhkah saya pakaian atau hanphone baru? Atau maukah saya membeli barang-barang bekas kebutuhan sehari-hari? Ada banyak alternatif dari produksi dengan minyak sawit dan kayu tropis! Hewan peliharaan tropis seperti burung atau kera adalah tabu! Sekarang hitunglah jejak ekologis kamu!
- Jadilah teman lebah: Di teras atau di taman lebah dan insek lainnya gembira atas tumbuhan yang beraneka ragam dan nikmat. Tapi tanpa punya tamanpun orang juga bisa aktiv di suatu proyek perlindungan alam di daerahnya.
- Mendukung protes: membuat tekanan pada politisi lewat demonstrasi atau petisi menentang pemanasan iklim atau mendukung perubahan agraria. Mereka bertanggung jawab juga atas perlindungan biodiversitas.
Perlindungan hutan hujan membutuhkan kita semua
Perusakan lingkungan sangat membebani penduduk di belahan bumi selatan. Semua mitra kami berjuang mencegah bencana ini: menentang perusahaan perkebunan dan tambang, melacak penebang kayu ilegal dan penyelundup hewan, memperjuangkan hak atas wilayah dan hutan adat serta menggugat kasus penggusuran dan penebangan di pengadilan. Kami berada di pihak mereka. Suara dan donasi Anda juga sangat membantu.
„Kita membutuhkan margasatwa yang sungguh unik ini“ - Fauna Sulawesi
Pulau Sulawesi merupakan hotspot biodiversitas. Tidak ada di tempat lain hidup begitu banyak jenis hewan endemik. Untuk itu mitra organisasi kami terus berjuang agar habitat hewan-hewan tersebut tidak lagi dirusak demi pertambangan.
Alih-alih membentengi konservasi alam, perkuat masyarakat adat
Pesan sudah jelas dan telah sampai di Perserikatan Bangsa-Bangsa: Adalah salah dan berisiko upaya hingga tahun 2030 nanti mengubah 30 persen wilayah bumi menjadi kawasan lindung, demi perlindungan keanekaragaman hayati. 65.014 orang telah menandatangani petisi yang menolak rencana "30 x 30" ini. Petisi tersebut telah kami serahkan pada hari kamis semasa Konferensi Biodiversitas di Montréal.
Bisakah PBB menghentikan kepunahan spesies?
Bagaimana kita manusia akan menghentikan kepunahan massal flora dan fauna? Hal ini akan dibahas dalam Konferensi Dunia dari tanggal 7 sampai 19 Desember 2022 di Montréal (Kanada). Besarnya krisis sangat mengkhawatirkan: hingga satu juta spesies terancam punah. Selamatkan Hutan Hujan hadir dalam konferensi tersebut dan berdiskusi dengan Sekretaris Eksekutif juga Ketua Pelindung Spesies PBB.
Apakah Selamatkan Hutan Hujan sebagai organisasi konservasi alam justru menentang kawasan konservasi?
Tidak, Selamatkan Hutan Hujan tidak menentang kawasan konservasi itu sendiri.
Banyak kawasan konservasi berperan penting dalam pelestarian spesies dan iklim. Selamatkan Hutan Hujan sering mengkritik bila kawasan konservasi terancam karena dibuka untuk HPH atau pertambangan. Juga dalam hal menentang kawasan konservasi yang disempitkan, organisasi kami memberitakannya dalam berbagai macam kasus.
Kawasan konservasi bukanlah obat mujarab, bisa beresiko dan bahkan juga bisa membuat langkah-langkah yang bermanfaat jadi terabaikan. Mendeklarasikan kawasan konservasi adalah mudah, sebaliknya merubah secara mendasar kebiasaan berkomsumsi adalah tidak populer dan sulit dijalankan.
Bila wilayah yang diolah masyarakat adat ditambahkan ke jumlah kawasan konservasi resmi (17 persen dari wilayah bumi), maka sudah terdapat 31 persen wilayah bumi yang dilindungi. Jumlah ini diperoleh Territories of Life Report pada tahun 2021.
Artinya: bila semua wilayah masyarakat adat yang menampung 80 persen biodiversitas di seluruh dunia diakui dan dijamin, maka target dari 30 persen akan tercapai. Ini menunjukkan bahwa hak-hak masyarakat adat dan perlindungan biodiversitas saling terkait erat.
Aman Jarum yang sehari-hari berjuang menegakkan aturan adat atas pengelolaan hutan dan sungai di Pining di Kawasan Ekosistem Leuser. „Kami miskin di kaki Leuser, karena hutan tidak bisa dikelola oleh masyarakat adat. Tidak seharusnya, masyarakat di kawasan hutan hujan menderita kemiskinan dan tradisi kehidupan mereka menghilang."
Ladislas Désiré Ndembet dari organisasi Synaparcam:
„30 persen wilayah teritorium yang harus dijadikan kawasan konservasi adalah sangat luas bagi negara-negara miskin atau berkembang seperti negara-negara di Afrika atau Gabun dimana saya berasal. Proyek ini akan lebih memperburuk kepemimpinan pemerintahan dimana kami selama ini sudah menderita olehnya. Korupsi akan bertambah dan kemiskinan semakin parah, karena fenomena perampasan tanah akan lebih brutal.
Tahun 2002 negara Gabun telah menyediakan 11 persen wilayah teritorialnya untuk dijadikan 13 taman nasional. Masyarakat adat dan komunitas lokal telah diberikan berbagai janji pembangunan, terutama janji pembangunan ekowisata. Hingga kini janji itu tak ditepati. Masyarakat disekitar kawasan konservasi terus sengsara dan miskin. Persentase ini dalam hubungannya dengan tuntutan internasional dan janji kompensasi kandungan CO2 akan terus meningkat.
Sejak 2012 lahan diberikan kepada perusahaan agraria dan investor lainnya yang beruntung dari sertifikat emisi. Larang! Hal ini tidak bisa dibiarkan! Model perampasan lahan masa depan ini harus dihentikan. Di negara kami dimana daerah rural tidak terdefinisi, proyek semacam ini akan menggiring masyarakat adat dan komunitas lokal lainnya ke arah ketidak pastian mutlak.
Ini komentar yang bisa saya berikan tentang proyek mengerikan ini yang harus segera ditentang.“
Tentu setiap spesies harus dijaga dari kepunahan, terlepas dimana keberadaannya.
Sebagai komunitas negara-negara di dunia dapat dimengerti disini terutama negara-negara anggota Konvensi Biodiversitas (Convention on Biological Diversity, CBD). CBD berkedudukan di Montréal (Kanada).
Petisi ini tersedia dalam bahasa-bahasa berikut:
Bantulah kami mencapai 100.000: