
Hak-hak Alam: Uganda sebagai pelopor di Afrika
Di Uganda hak-hak alam ditetapkan dalam UU Lingkungan tahun 2019. Pemerintah wilayah Buliisa telah mengambil langkah-langkah untuk mengakui hak-hak masyarakat adat.

Manusia tidak sanggup menghentikan perusakan alam. Mengingat urgensinya maka masyarakat adat, ilmuwan dan aktivis berpikir apakah tidak ada jalur hukum.

Ekuador adalah negara satu-satunya yang mengakui hak alam dalam konstitusi. Keputusan pengadilan pada September 2020 menempatkan hak-hak alam di atas hak-hak ekonomi.

Di Indonesia, alam tidak punya hak-hak konstitutsonal. WALHI diberikan hak menggugat (legal standing). Wawancara dengan Dana Tarigan, direktur WALHI Sumut 2016-2020.
Di Uganda masyarakat adat Bagungu mengharap hak-hak alam. Segera setelah hak ini ditetapkan dalam UU Lingkungan tahun 2019, pemerintah wilayah Buliisa telah mengambil langkah-langkah untuk mengakui hak-hak masyarakat adat. Pola hidup mereka sejak dahulu kala mengutamakan keharmonisan dengan alam. Berdasarkan hak-hak alam yang baru diakui dalam UU ini maka dengan nyata akan memperkuat perlindungan hutan-hutan sakral dan lahan basah. Dengan peleburan antara tatanan tradisi dan hak-hak alam, Uganda menjadi pelopor di Afrika.
"Pihak berwenang di Uganda mengakui upaya masyarakat adat Bagungu yang mendesak paham kolonialisme keluar dari pemikiran kita dan menggantikannya dengan paham warisan budaya kita yang kaya“, ujar Dennis Tabaro dari Institut Kebudayaan dan Ekologi Afrika (Inggris: AFRICE) di Uganda.
Masyarakat adat Bagungu didukung oleh AFRICE, organisasi pengacara ANARDE, yayasan Gaia dan juga oleh Selamatkan Hutan Hujan.