Pembangunan PLTA di hutan orang utan Tapanuli

orangutan Tapanuli di pohon Kera paling langka di dunia harus tetap hidup! (© Maxime Aliaga) Pembangunan dalam hutan di samping sungai Meski penolakan luas, proyek PLTA di hutan orang utan Tapanuli terus berjalan (© Yudi Nofiandi | Auriga Nusantara)

19 Jun 2023

Eksistensi orang utan Tapanuli sangat terancam. Meski protes internasional, pelaksanaan pembangunan di hutan Batang Toru (Sumatra Utara) berjalan terus. Di sana akan berdiri PLTA.

“Dulu”, demikian laporan penduduk di Sumatra Utara, „kami jarang melihat orang utan Tapanuli.” Tapi sekarang kera besar itu datang hingga ke kebun di sekitar pedesaan. Mereka sangat suka makan durian, raja buah-buahan. Apakah mereka mulai kehilangan rasa segan pada manusia atau karena lapar?

“Dulu” berarti masa sebelum dimulainya pekerjaan pembangunan PLTA di hutan Batang Toru. Hanya di sana hidup orang utan Tapanuli – kera besar terlangka di dunia. Diperkirakan masih hidup sekitar 800 ekor. Mereka terancam punah, bila manusia tidak cepat melindunginya dengan konsekuen.

Pembangunan PLTA serupa dengan hukuman mati. Perusahaan North Sumatra Hydro Energy (NSHE) membangun bendungan dan waduk seluas 66 hektar di tengah hutan Batang Toru, sebelah selatan danau Toba. 447 hektar dialokasikan untuk waduk, pembangkit listrik dan infrastruktur lainnya, demikian menurut ANDAL (Analisis Dampak Lingkungan). Keseluruhan NSHE telah mendapatkan konsesi seluas 6.599 hektar hutan.

Hutan Batang Toru luasnya 241.000 hektar, 148.000 hektar diantaranya berstatus terlindungi. Pegunungan setinggi 1.700 meter, dibawahnya terdapat lembah sungai dalam yang membelah hutan menjadi dua. Percampuran antara hutan rawa, hutan gambut, hutan kabut, hutan hujan dan hutan pegunungan merupakan rumah sempurna bagi orang utan. Di sekitar sungai populasi orang utan Tapanuli sangat tinggi. Namun tepat di tempat itu akan dibangun bendungan dan waduk.

Protes para pelindung lingkungan dan ilmuwan sangat banyak. Protes internasional, diantaranya petisi kami dengan tanda tangan hampir sebanyak 400.000, dan protes nasional meskipun tidak sanggup menghentikan pembangunan PLTA ini, tapi setidaknya memperlambat. Bank of China sementara ini memutuskan untuk membekukan pembiayaan pembangunan bendungan.

Tapi peledakan dan pembangunan jalanan tetap berjalan, meskipun lebih lambat. Selesai pembangunan yang direncanakan tahun 2022, mundur beberapa tahun. Aktual 11-15% proyek sudah selesai, rencananya 100%. Maka dari itu sudah sangat mendesak untuk protes lebih lantang lagi.

Hingga kini sedikitnya 150 hektar hutan sudah ditebang. Getaran ledakan mengejutkan hewan dan manusia. Batu dan tanah longsor sering terjadi. Beberapa penduduk dan pekerja telah meninggal. Golfrid Siregar, pengacara muda dari LSM WALHI yang menyelidiki kasus kecurigaan korupsi dalam hubungannya dengan pemberian ijin, diduga telah dibunuh karenanya.

Proyek ini telah menyebabkan terpecahnya populasi. Orang utan Tapanuli hidup di pepohonan, mereka kurang suka berjalan di tanah. Setiap penebangan pohon di hutan memisahkan populasi, apalagi pembangunan bendungan. Oleh sebab itu kini orang utan dan juga monyet lainnya datang ke desa-desa, kebun dan ladang.

Banyak penduduk desa dan juga mereka yang tidak perduli atau bahkan merasa akan mendapat rejeki karena akan mendapatkan pekerjaan, kecewa. Mereka akhirnya menolak proyek tersebut. Mereka melaporkan perjumpaan dengan hewan liar dan panen yang menurun. Juga mereka melaporkan adanya penipuan. Sikap mereka yang positif telah dibeli dengan janji kosong. Perusahaan malah telah merusak hutan dan juga telah mencuri tanah masyarakat adat Batak.

“Barang siapa menganggu orang utan, akan celaka”, demikian ucapan penduduk Batang Toru. Sebab orang utan melestarikan keseimbangan ekologis.

Tidak itu saja. Pada kasus orang utan ini kami memandang bahwa kita memusnahkan hewan-hewan sebelum kita sempat mengenalnya. Sebab pada November 2017 para ilmuwan telah menemukan bahwa orang utan Tapanuli bukan sub-spesies orang utan Sumatra, melainkan spesies tersendiri. Spesies ke tiga dari kera besar yang hanya ada di Asia Tenggara. Penemuan ini menunjukan bagaimana sedikitnya kita mengetahui kerabat terdekat kita di dunia fauna.

“Jika delapan dari 800 orang utan dibunuh tiap tahunnya, maka mereka tidak akan sanggup bertahan hidup”, demikian para peneliti. Oleh karena itu hutan di Tapanuli juga harus segera dilindungi.

Tanda tangani petisi kami, jika Anda belum menanda tanganinya.

Video dalam bahasa Indonesia (2023)

Green Justice Indonesia Batang Toru: The Last Breath, 47 menit, bahasa Indonesia dengan terjemahan Inggris https://www.youtube.com/watch?v=ojclEVTu3tQ

Jurnalis Lingkungan Indonesia Cacat PLTA Batang Toru, 9 menit, bahasa Indonesia https://www.youtube.com/watch?v=9FpE52jZCKI

CNN Indonesia Untung-Buntung PLTA Batang Toru, 27 menit, bahasa Indonesia

https://www.youtube.com/watch?v=ldfKZ0Ph-w8



Halaman ini tersedia dalam bahasa berikut:

Pesan buletin kami sekarang.

Tetap up-to-date dengan newsletter gratis kami - untuk menyelamatkan hutan hujan!