Menanam pohon di hutan Pining mulai memberikan hasil
Bank pohon kami di Pining, ekosistem Leuser, terus berkembang. Setelah tiga tahun, Forum Penjaga Hutan dan Sungai Harimau Pining memanen buah pertama dan membela hutan dari penebangan, bendungan, dan pertambangan.
Melindungi hutan di kecamatan Pining berarti melindungi masyarakat adat Pining mendapatkan bumi yang lebih baik
Kelompok masyarakat adat Pining (Gayo) pada tahun 2022 telah menanam beragam pohon di kawasan hutan Telege, khususnya pohon kopi jenis Arabika. Aksi ini sudah mulai memberikan hasil yang berguna bagi kesejahteraan. Pohon kopi sudah dipanen pada awal musim pertama. Pohon berbuah lainnya seperti durian, alpukat dan jering telah tumbuh secara bertahap. Bibit pohon buah berasal dari Bank Pohon yang didirikan secara swadaya oleh komunitas pembela lingkungan lokal dan dibantu oleh Selamatkan Hutan Hujan (https://www.hutanhujan.org/updates/11022/bank-pohon-didirikan-di-hulu-sungai-tamiang). Kami selain melindungi hutan, juga berupaya agar bisa menambah sumber pendapatan masyarakat adat lokal yang secara tradisional bergantung pada hutan.
Semangat masyarakat lokal untuk bergabung dengan kelompok ini semakin besar. Kami akan terus memproduksi aneka bibit pohon berbuah, khususnya kopi dan kakao dan kami simpan di Bank Pohon. Berikutnya bibit pohon kami distribusikan kepada anggota kelompok masyarakat adat Pining dalam bentuk pinjaman bibit. Pinjaman dari Bank Pohon ini akan dikembalikan setelah anggota kelompok ini mulai mendapatkan hasil dari penanaman.
Untuk menjalankan proyek yang berjangka panjang yang sudah menampakkan keberhasilan ini, kami sangat mengharapkan komunitas internasional membantu usaha kami mereforestasi hutan Pining dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat adat Pining.
Tata ruang penggunaan hutan bagi masyarakat adat Pining
Secara tradisional masyarakat adat suku Pining (Gayo) memiliki 4 pembagian tata ruang penggunaan kawasan hutan. Ini adalah bukti bahwa perlindungan dan pemanfaatan hutan bagi masyarakat adat Pining memiliki hubungan yang erat. Pembagian tata ruang ini juga lahir dari interaksi yang baik antara masyarakat adat lokal dengan ekosistem hutan secara menyeluruh, dari generasi ke generasi. Empat tata ruang tersebut miliki komunal yang dipimpin oleh pemangku adat dan terurai sebagai berikut;
- Belang Penjemuren
Belang Penjemuren adalah kawasan pinggiran hutan yang terletak antara hutan dan pemukiman. Fungsinya adalah sebagai tempat mengolah hasil bumi seperti mengeringkan padi, menyimpan cadangan makanan hasil panen yang dalam bahasa lokal disebut “Keben” dan sekaligus tempat berjaga di malam hari dengan tujuan untuk melindungi kampung dari serangan binatang buas.
- Belang Perutemen
Belang Perutemen adalah kawasan hutan yang bisa dimanfaatkan untuk memperoleh kayu yang berguna bagi masyarakat adat suku Pining, seperti kayu bakar dan kayu untuk membuat rumah. Kawasan hutan ini harus berada jauh dari pinggir sungai dan sumber mata air, karena sungai dan mata air merupakan sumber kebutuhan hidup penting lainnya bagi masyarakat adat lokal Pining.
- Belang Perueren
Belang Perueren adalah kawasan hutan yang hanya dapat digunakan sebagai tempat beternak. Kawasan ini berfungsi sebagai kandang kerbau dan sapi juga sekaligus tempat menggembala ternak. Kawasan ini harus bebas dari tanaman petani agar ternak bisa bebas berkeliaran yang dalam istilah suku gayo disebut “ume bepeger koro beruer (sawah di pangar kerbau berkandang).
- Aih Aunen
Aih Aunen adalah kawasan sungai yang berada tidak jauh dari pemukiman yang digunakan sebagai tempat sanitasi seperti tempat mandi yang terbagi menjadi dua yaitu Aih Aunen Rawan (tempat mandi laki-laki) dan Aih Aunen benen (tempat mandi perempuan). Ke dua tempat ini harus terpisah jauh, sehingga mereka tidak bisa saling melihat. Bagi suku Pining mandi bersama antara laki-laki dan perempuan sama sekali tidak boleh.
Melindungi hutan Pining berarti melindungi masyarakat adat dan bumi kita." Usman Ali, Harimau Pining
Ancaman aktivitas merusak hutan adat di Pining
Walaupun secara menyeluruh nilai-nilai tradisi masyarakat adat kini mulai bergeser akibat dampak kemajuan teknologi, namun masyarakat adat di Pining masih memegang teguh nilai-nilai tersebut secara turun temurun. Ini terbukti dimana kita sampai sekarang masih bisa melihat upacara-upacara tradisional, seperti Kenuri Ulu Naeh (ritual turun ke sawah) Kenuri Ku Empus (rangkaian ritual yang dilakukan saat membuka lahan, menanam dan memanen hasil kebun). Ada juga makam nenek moyang yang terus dijaga kesakralannya (datu Pining) dan masih banyak lagi kegiatan tradisional adat yang masih kental di Pining, terutama yang berkaitan dengan pemanfaatan dan perlindungan kawasan hutan.
Kurangnya pemahaman pemerintah mulai dari daerah hingga pusat tentang keberadaan masyarakat adat di Pining dan teritorialnya yang sudah ada sebelum negara Indonesia lahir, telah menyebabkan lahirnya kebijakan negara tanpa mengindahkan keberadaan masyarakat adat Pining. Secara umum ada tiga ancaman terhadap hutan dan eksistensi masyarakat adat di Pining, yaitu;
- 1. Izin PBPHH yang dimiliki Said Muchtar
Izin PBPHH (Perizinan Berusaha Pengolahan Hasil Hutan) dari perusahaan milik Said Muchtar akan menebang hutan cadangan milik masyarakat adat seluas 200 hektar. Hutan cadangan masyarakat adat berarti kawasan hutan yang nanti akan dibuka oleh anak cucu mereka. Saat ini masyarakat adat hanya memiliki lahan kebun terbatas yang mereka gunakan untuk bercocok tanam. Mereka sangat khawatir bahwa perusahaan Said Muchtar akan menguasai kawasan hutan lain yang berstatus HPL (Hak Penggunaan Lain) sehingga nantinya anak cucu mereka tidak lagi memiliki lahan untuk bertani.
surat terbuka: https://awf.or.id/cabut-izin-pemanfaatan-hutan-said-muchtar-di-wilayah-hutan-adat-pining/
- 2. PSN PLTA Tampur di wilayah adat Pining, kabupaten Gayo Lues
Proyek Strategis Nasional PLTA Tampur mengancam kawasan hutan adat yang berada di kampung Lesten, kecamatan Pining, kabupaten Gayo Lues. Walhi bersama masyarakat adat Pining melakukan gugatan. Walaupun secara administrasi hukum PT Kamirzu, pihak perusahaan pengelola yang berasal dari Cina, telah kalah di pengadilan Kasasi Mahkamah Agung (No 270 K/LH/2019/PT.TUN.MDM), bahkan hingga di tingkat peninjauan kembali oleh Mahkamah Agung (nomor Perkara 100PK/TUN/LH/2021) tetap kalah, namun hingga saat ini keputusan pengadilan ini belum dieksekusi. Proyek Strategis Nasional PLTA Tampur akan menenggelamkan hutan kurang lebih 4407 hektar yang berarti juga menenggelamkan satu kampung yang berada di dalam hutan tersebut.
lihat juga: https://www.hutanhujan.org/updates/9505/hutan-gajah-harimau-orang-utan-badak-tertolong
Aktivitas kegiatan proyek ini masih ada ketika pada 28 April 2025 beberapa orang asing asal Cina kembali mendatangi proyek ini. Mereka merupakan tim geologi yang diduga ingin melakukan pemetaan kembali rencana proyek. Kehadiran mereka didampingi oleh beberapa warga lokal serta polisi. Dugaan ini muncul setelah berita dari Pemerintah Daerah Kabupaten Gayo Lues pada 3 April 2025 yang berisi bahwa beberapa warga atas nama warga kampung Lesten - kecamatan Pining memohon Pemda Gayo Lues untuk merelokasi kampung Lesten guna mendukung proyek PLTA Tampur. Hal ini menandakan bahwa pihak perusahaan dengan pemerintah telah melakukan propaganda di masyarakat adat di Pining khususnya di kampung Lesten. Sungguh ironis. Dulu perusahaan Kamirzu dapat diusir karena masyarakat adat di kampung Lesten menolak relokasi. Mereka juga khawatir kampungnya tenggelam sehingga sejarah kampung Lesten hilang.
- 3. Tolak pertambangan sampai hari kiamat
Pada tahun 2017 melalui serangkaian upacara tradisi masyarakat adat Pining berdirilah prasasti Hutan Pining Milik Adat Orang Pining Tolak Tambang Sampai Hari kiamat, Save Hutan Pining! Hal ini dilakukan sebagai gerakan perlawanan terhadap pertambangan yang dilakukan PT Wayang Mining Gayo Indo. Perlawanan berhasil mengusir perusahaan tersebut. Namun hal ini belum bisa memberikan kepastian bahwa pertambangan benar-benar berhasil diusir selamanya, mengingat potensi tambang di wilayah adat Pining sangat menggiurkan.
Upaya yang telah dilakukan
Wilayah masyarakat adat Pining berada dalam Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) yang merupakan kawasan hutan utama yang masih bertahan sampai saat ini yang berguna melindungi kawasan Leuser yang kaya akan flora dan fauna. Keberadaan komunitas lokal Forum Penjaga Hutan dan Sungai Harimau Pining bertujuan mengorganisir perlindungan kawasan hutan Pining. Komunitas ini bergerak berdasarkan pendekatan dengan nilai-nilai tradisional. Legenda Harimau Pining dikenal secara luas yang telah menjadi cerita dari generasi ke generasi: dulu pendiri pemukiman Pining konon bersahabat dengan harimau liar.
Komunitas Forum Bersama dari kelompok masyarakat adat lainnya melakukan beragam kegiatan, seperti kampanye melalui sair didong (sejenis nyanyian tradisional suku Gayo) serta bines dan saman (tarian tradisional Gayo) yang berisi pesan-pesan perlindungan sungai dan hutan di Pining. Tujuannya agar masyarakat adat Pining memiliki kesadaran kolektif untuk melindunginya. Juga telah dilakukan penguatan aturan adat dengan cara membuat buku panduan hukum adat tentang tata cara serta larangan dan sangsi. Pemangku kepentingan adat Pining akan menjalankan hukum adat ini.
Masyarakat terus mendorong pengakuan hak hutan adat yang hingga saat ini masih dalam tahap pengesahan Surat Keputusan Bupati Kabupaten Gayo Lues (Nomor 663/89/2023). Tentang penetapan wilayah tempat tinggal dan pemanfaatan lahan di kecamatan Pining dengan luas 104.454 hektar hingga saat kini belum diproses pemerintah pusat.
Selain itu kami juga membantu kebutuhan finansial masyarakat adat Pining yang secara umum masih berada di garis kemiskinan. Ini disebabkan oleh keterbatasan sumber daya manusia dalam mengelola lahan pertanian yang menjadi sumber pendapatan masyarakat. Oleh karena itu kami mendirikan Bank Pohon yang bertujuan menjadi sentral produksi beragam bibit pohon dan bibit kebutuhan lainnya. Bibit-bibit ini diberikan kepada anggota dalam bentuk pinjaman bibit dengan pengembalian dalam jangka waktu yang panjang. Hal ini bermaksud agar ke dua belah pihak bisa melihat bahwa bibit yang dipinjam telah berproduksi baik sehingga membantu kesejahteraan keluarga kelompok. Pinjaman yang dikembalikan akan Bank Pohon pinjamkan kembali kepada anggota kelompok lainnya.
oleh: Usman Ali, Forum Penjaga Hutan dan Sungai Harimau Pining
Halaman ini tersedia dalam bahasa berikut:

Melestarikan hutan hujan di Asia Tenggara
Hutan hujan di Asia Tenggara bagi orangutan, harimau Sumatra, burung Cendrawasih dan komodo merupakan tempat istirahat dan habitatnya yang terakhir.

Lindungi Kawasan Ekosistim Leuser!
Hanya di Kawasan Ekosistem Leuser orangutan, harimau, gajah dan badak hidup bersamaan. Rencana Tata Ruang Wilayah Aceh mengancam satwa yang sudah terancam punah ini.

Hutan hujan: Tanya dan jawab
Hutan hujan adalah habitat paling beragam di bumi. Tetapi warisan alam berada dalam bahaya. Dengan setiap pohon yang ditebang kita kehilangan keanekaragaman hayati.