KTT Tiga Basin mengabaikan masyarakat adat

Hutan Hujan Amazonas Hutan hujan di Amazon, Kongo Basin, dan Indonesia perlu dilindungi dari ancaman deforestasi untuk keperluan perkebunan monokultur, infrastruktur, penebangan kayu, dan pertambangan. (© Dr Morley Read / shutterstock.com)

31 Okt 2023

Seruan untuk melindungi hutan datang dari seluruh dunia - dan tidak digubris. Pada pertemuan KTT Tiga Basin di Republik Kongo, 60 organisasi lingkungan dan hak asasi manusia menuntut dalam sebuah deklarasi agar masyarakat adat ditempatkan sebagai pusat perhatian. Namun pemerintah-pemerintah lebih memilih eksploitasi sumber daya.

Selama tiga hari, peserta dari tiga wilayah hutan hujan yaitu Amazonia, Basin Kongo dan Asia Tenggara, berunding di Brazzaville. Pertemuan ini diharapkan dapat memperkuat kerja sama di negara-negara yang menampung 80 persen hutan tropis dan dua pertiga keanekaragaman hayati terestrial. Namun, hasilnya hanya berupa sebuah deklarasi yang lemah.

Seharusnya pemerintah Indonesia ikut terlibat aktif sebagai negara yang masih mempunyai hutan hujan yang masih luas, tapi pemerintah tidak menghadir KTT di Brazzaville.

Menjelang pertemuan tersebut, 60 organisasi lingkungan dan hak asasi manusia, termasuk LSM-LSM Indonesia dan Rainforest Rescue (Selamatkan Hutan Hujan), mengkritik pertemuan tersebut. Pernyataan organisasi-organisasi mengatakan bahwa KTT Tiga Basin mengabaikan ancaman yang terus meningkat terhadap hutan tropis dari industri ekstraktif, mengabaikan hak-hak penduduk lokal dan tidak cukup melibatkan masyarakat sipil. Hal ini terutama mengenai eksploitasi minyak dan gas serta proyek-proyek pertambangan, terutama nikel di Indonesia.

******************************

Pernyataan Tiga Basin

Meningkatnya Ancaman Terhadap Hutan Tropis: Ini Mengapa Hak-hak Masyarakat Adat dan Komunitas Lokal Harus Menjadi Inti dari Inisiatif Tiga Basin

Kepada: Para Kepala Negara Inisiator Pertemuan Tiga Basin

Solusi terhadap deforestasi hutan tropis harus datang dari negara-negara yang memiliki hutan tropis. Oleh karena itu, kami menyambut baik meluasnya kerja sama SelatanSelatan dan pertemuan KTT Tiga Basin di Brazzaville, pada tanggal 26 hingga 28 Oktober.

Namun, kami yang bertanda tangan di bawah ini, organisasi masyarakat adat, lingkungan hidup, hak asasi manusia dan organisasi-organisasi yang bekerja di garis depan lainnya, menulis surat ini untuk menyatakan keprihatinan kami atas arah inisiatif ini, khususnya kurangnya perhatian yang diberikan terhadap dampak ekstraktif dan industri berbahaya lainnya terhadap hutan hujan tropis dan terhadap keterlibatan masyarakat sipil, dan para pemangku hak dalam prosesnya.

Meskipun tujuan KTT ini adalah untuk melestarikan dan memulihkan tiga wilayah hutan hujan tropis terbesar di dunia, penelitian baru menunjukkan bahwa dalam praktiknya, banyak negara dari tiga wilayah tersebut justru mengajukan rencana yang malah akan menghasilkan hal sebaliknya. Misalnya:

Di Amazon:

Blok minyak dan gas yang ada atau yang direncanakan kini mencakup sekitar 65 juta hektar hutan tropis yang tidak terganggu (luasnya hampir dua kali luas Polandia) dan mencakup lebih dari 25 juta hektar wilayah adat.

Di Basin Kongo:

Blok-blok minyak dan gas yang direncanakan tumpang tindih dengan lebih dari 72 juta hektar, atau 39 persen, hutan tropis yang masih utuh, yang merupakan rumah bagi lebih dari 17.000 tempat yang dihuni oleh masyarakat adat dan masyarakat yang bergantung pada hutan.

Di Indonesia:

Blok minyak dan gas tumpang tindih di lebih dari 11 juta hektar Hutan Tropis Lembab yang didiami hampir 100.000 desa dan kampung, yang sebagian besarnya adalah masyarakat adat dan komunitas yang bergantung pada hutan.

Sementara itu, masyarakat adat dan pembela lingkungan hidup yang dianiaya dan dibunuh semakin meningkat jumlahnya karena mempertahankan kawasan hutan yang justru ingin dilindungi oleh KTT Tiga Basin. Seringkali pihak-pihak yang harus bertanggung jawab kemudian menggunakan kekuasaan dan pengaruhnya terhadap pihak berwenang untuk terus menghancurkan kehidupan dan hutan tanpa mendapat hukuman. Artinya dengan terus melanjutkan ekstraktivisme yang terus meluas akan membuat target iklim dan keanekaragaman hayati global tidak akan tercapai. Kita memerlukan langkah yang berbeda, jalan yang didasarkan pada transisi energi yang adil, ekonomi berkelanjutan, dan hak-hak masyarakat adat dan komunitas lokal. Sudah jelas bahwa hutan yang berada di dalam pengawasan mereka menyimpan lebih banyak karbon, memiliki keanekaragaman hayati yang lebih tinggi, dan memberikan manfaat bagi lebih banyak orang.

Namun kami sangat prihatin bahwa inisiatif Tiga Wilayah Sungai tampaknya lebih mementingkan pasar karbon dibanding persoalan hak asasi masyarakat adat dan pihak-pihak lain yang berada di garis depan mencegah deforestasi dan degradasi hutan. Perwakilan masyarakat sipil juga menyayangkan kesulitan dalam mendaftar acara, serta ketidakmungkinan untuk secara substansial mempengaruhi isi pertemuan. Meminggirkan aktor-aktor ini hanya akan menghasilkan intervensi yang lebih bersifat top-down dan tidak efektif sehingga sering kali mengecewakan masyarakat dan hutan.

Oleh karena itu, kami menyerukan kepada pemerintah Tiga Basin untuk berkomitmen pada hal-hal berikut dalam komunike finalnya dan dalam semua aksi tindak lanjutnya:

• Meningkatkan perlindungan hukum berbasis hak, demarkasi dan pengakuan atas tanah dan wilayah komunitas yang bergantung pada hutan sebagai prasyarat untuk perlindungan hutan yang lebih efektif.

• Menjunjung tinggi hak komunitas untuk berpartisipasi secara penuh dan efektif dalam pengambilan keputusan mengenai pembangunan apa pun yang direncanakan di wilayah-wilayah tersebut; menghormati hak masyarakat adat atas persetujuan bebas, didahulukan dan diinformasikan, serta menjamin perlindungan bagi mereka yang hidup dalam isolasi sukarela.

• Memberdayakan dan melindungi masyarakat adat dan pembela hak asasi manusia dan lingkungan hidup yang berjuang di garis depan termasuk dengan meningkatkan akses terhadap keadilan.

• Menghentikan dan mengembalikan seluruh ekosistem alami yang hilang dan terdegradasi akibat pertanian skala besar, pertambangan, ekstraktif dan industri lainnya, melalui moratorium global terhadap kegiatan industri di hutan primer serta hutan utama.

• Mempercepat pembangunan rendah karbon di negara-negara hutan tropis melalui transisi energi yang adil, melindungi hutan alam dan hak serta kedaulatan pangan masyarakat lokal dan masyarakat adat.

• Mengadopsi tujuan berjangka waktu dan terukur demi mencapai tujuan-tujuan tersebut, sebagai bukti transparansi dan akuntabilitas.

Selain itu, kami menyerukan kepada komunitas internasional dan khususnya pemerintah di negara-negara utara untuk:

• Mengurangi konsumsi komoditas berisiko terhadap hutan dan iklim.

• Menyalurkan lebih banyak investasi dan berkualitas untuk mendukung upaya perlindungan hutan di tiga wilayah basin termasuk pendanaaan kepada berbagai inisiatif yang dipimpin masyarakat adat di wilayah tersebut.

• Mendorong skema pendanaan baru untuk hutan termasuk melalui pungutan karbon global, pengalihan subsidi, pembayaran yang adil untuk jasa ekosistem dan keringanan utang, sembari memastikan porsi yang lebih besar dari pendanaan ini disalurkan langsung ke masyarakat adat, komunitas lokal, dan organisasi akar rumput.

• Melindungi individu dan kelompok berpenghasilan rendah dari potensi dampak regresif transisi energi global melalui langkah-langkah perlindungan sosial, hibah dan reformasi pajak serta memastikan akses mereka terhadap energi terbarukan yang terjangkau.

Ditandatangani oleh:

  • Aceh Wetland Foundation – Indonesia
  • Action Communautaire pour l'accompagnement des Peuples Autochtones et Développement Local (ACPADEL) - Cameroon
  • Actions pour la Promotion et Protection des Peuples et Espèces Menacés (APEM) - DRC
  • Africa Institute for Energy Governance (AFIEGO) - Uganda
  • Ajemalebu Self Help (AJESH) - Cameroon
  • Appui à l’autopromotion et l’insertion des femmes, des jeunes et des désœuvrés (APIFED) - Cameroon
  • Association Paysanne pour la Réhabilitation et Protection des Pygmées (PREPPYG) - DRC
  • Association pour la défense et la promotion des peuples autochtones – Republic of Congo
  • CENTRAL ASHANINKA DEL RIO ENE – Peru
  • Centre Africain pour le Développement Durable et l'Environnement ( CADDE) - Gabon
  • Centre d’Actions pour le Développement (CAD) - Republic of Congo
  • Centre D’Appui à la Gestion Durable des Fôrets Tropicales (CAGDFT) - DRC
  • Centre d'Appui pour le Développement Durable (CADD) - Central African Republic
  • Centre pour le Développement et l'Environnement (CED) - Cameroon
  • Coalition des Organisations de la Société Civile pour le Suivi des Réformes et de l Action Publique (CORAP) - DRC
  • Comptoir Juridique Junior (CJJ) - Republic of Congo
  • Dynamique des Groupes des Peuples Autochtones (DGPA) – DRC
  • Dynamique pour le Développement Durable du Massif d'Itombwe -DRC
  • EcoCiencia - Ecuador
  • EcoDev - Cameroon
  • EcoNusa Foundation – Indonesia
  • Feri Irawan, Perkumpulan Hijau, Indonesia
  • Fondation Camerounaise Terre Vivante (FCTV) - Cameron
  • Forêts et Développement Rural (FODER) - Cameroon
  • Forest Watch Indonesia
  • Forum pour la gouvernance et les droits de l'Homme (FGDH) - Republic of Congo
  • Friend of the Earth – Sri Lanka
  • GeoFirst Development - DRC
  • Groupe d’action pour sauver l’homme et son environnement (GASHE) - DRC
  • JARINGAN ADVOKASI TAMBANG SULAWESI TENGAH - Indonesia
  • JPIC Kalimantan - Indonesia
  • Mouvement de Jeunes pour la Protection de l’Environnement (MJPE) - DRC
  • Observatoire Congolais des Droits de l'Homme (OCDH) - Republic of Congo
  • Réseau pour la Conservation et la Réhabilitation des Écosystèmes Forestiers (Réseau CREF) - DRC
  • Rencontre pour la Paix et les Droits de l'Homme (RPDH) - Republic of Congo
  • Save Our Borneo - Indonesia
  • Tasha Research Institute Africa - Uganda
  • Travail en Réseau avec les Fédérations des Femmes et Enfants en Détresse - DRC
  • Trend Asia - Indonesia
  • WALHI East Nusa Tenggara - Indonesia
  • WALHI South Sulawesi - Indonesia
  • Yayasan Pusaka Bentala Rakyat – Indonesia
  • YIHU - Indonesia

Didukung oleh:

  • Amazon Watch
  • Amnesty International
  • Earth Insight
  • Earthrights International
  • Environmental Investigation Agency
  • Global Witness
  • Green Finance Observatory
  • Greenpeace Africa
  • Rainforest Action Network
  • Rainforest Foundation Norway
  • Rainforest Foundation US
  • Rainforest Foundation UK
  • Rettet den Regenwald Schweiz - Swiss
  • Rettet den Regenwald - Jerman
  • STAND.earth

*****************************

Media:

https://betahita.id/news/detail/9439/greenpeace-mengecewakan-indonesia-tak-hadiri-ktt-tiga-basin.html?v=1698730396

https://porosbumi.pandutani.or.id/web/berita/detail/6293/Konferensi-Tiga-Basin-di-Brazzaville-Membuka-Pintu-Masa-Depan-Alternatif

Halaman ini tersedia dalam bahasa berikut:

Pesan buletin kami sekarang.

Tetap up-to-date dengan newsletter gratis kami - untuk menyelamatkan hutan hujan!