14 tahun kasus kebakaran hutan rawa Tripa oleh PT Kallista Alam

Orangutan Terancam punah oleh industri sawit (© Paul Hilton)

26 Des 2023

Sepuluh tahun setelah keputusan pengadilan Aceh atas kejahatan lingkungan di hutan rawa Tripa, PT Kallista Alam akhirnya memulai membayar denda dengan cara mencicil. Masyarakat dan LSM menuntut rawa Tripa segera dipulihkan.

* Surat terbuka kepada Mahkamah Agung lihat dibawah

* Video hutan rawa Tripa lihat dibawah

.

Tripa

.

.

Pada tahun 2014, pengadilan di Aceh memutuskan bahwa perusahaan sawit PT Kallista Alam bersalah karena membakar sekitar 1.000 hektar hutan rawa Tripa, yang terletak di dalam Ekosistem Leuser di Sumatera, satu-satunya tempat di dunia di mana harimau, gajah, badak, dan orangutan hidup di habitat yang sama.

.

.

Perusahaan ini didenda untuk membayar ganti rugi sebesar Rp. 114,3 milyar dan Rp. 251,7 milyar untuk memulihkan area hutan yang terdampak. Kasus PT Kallista Alam seharusnya menjadi contoh bagaimana pemerintah menindak perusahaan-perusahaan yang membakar hutan atau yang membiarkan pembakaran di konsesi mereka.

Selamatkan Hutan Hujan mendukung kasus pengadilan pada tahun 2014 dengan petisi Save the last orangutan refugeRettet die letzte Zuflucht der Orang-Utans. Kami menyambut baik keputusan pengadilan, namun hal itu belum memenuhi rasa keadilan, karena kejahatan lingkungan tidak diikuti oleh pemulihan alam.

Perusahaan ini menggunakan 1.605 hektar rawa gambut untuk perkebunan kelapa sawit di zona konservasi Tripa, salah satu tempat perlindungan terakhir bagi orangutan Sumatera yang terancam punah. Tahun 1990, rawa Tripa menampung 3.000 - atau lebih - ekor orangutan. Ketika rawa Tripa terbakar, sekitar 100 ekor orangutan terbunuh. Saat ini, tidak lebih dari 200 orangutan yang tersisa di Tripa, karena habitat mereka terus ditebangi untuk perkebunan kelapa sawit.

Menurut investigasi pembela lingkungan Aceh dan LSM internasional Rainforest Action Network adalah perusahaan Nestle, Mars und Cargill.

Sepuluh tahun setelah gugatan dan empatbelas tahun setelah kebakaran hutan, PT Kallista Alam akhirnya mulai membayar denda dengan cara mencicil. PT Kallista Alam merupakan salah satu dari 22 perusahaan yang digugat oleh pemerintah sejak tahun 2013 atas kebakaran hutan dan lahan; 14 di antaranya dinyatakan bertanggung jawab dan diperintahkan untuk membayar denda, namun hanya satu yang telah membayar lunas.

Kejahatan lingkungan yang dilakukan 14 tahun yang lalu masih belum ditebus. LSM dan masyarakat lokal Aceh khawatir bahwa kasus Kallista Alam akan menjadi preseden yang parah. Oleh karena itu, mereka menulis surat terbuka kepada Mahkamah Agung dan mengingatkan bahwa

Negara adalah wali dari lingkungan, yang memiliki kewajiban untuk mencegah pencemaran / kerusakan lingkungan jika belum terjadi, dan untuk menanggulangi pencemaran / kerusakan tersebut jika sudah terjadi.

*****************************************

SURAT TERBUKA

Yth, Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia

Di Jakarta

Kasus hukum yang menyeret PT. Kallista Alam dalam aksi kejahatan lingkungan di Nagan Raya, Aceh sudah menjadi perhatian publik secara luas. Publik berharap, kasus tersebut dapat memenuhi keadilan Masyarakat dan memberikan efek jera bagi korporasi yang merusak lingkungan.

Proses eksekusi putusan Pengadilan Negeri Meulaboh No. 12/PDT.G/2012/ PN.MBO Jo. Putusan Pengadilan Tinggi Banda Aceh No. 50/PDT/2014/PTBNA Jo. Putusan Mahkamah Agung No. 651 K/PDT/2015 Jo putusan Mahkamah Agung No. 1 PK/Pdt/2017 yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde) sangat berliku dan panjang.

Sehingga, penyelesaian eksekusi putusan tersebut menjadi tolok ukur penegakan hukum terkait kejahatan lingkungan di Indonesia.

Terbitnya Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2023 Tentang Pedoman Mengadili Perkara Lingkungan Hidup juga menjadi langkah maju dalam upaya penegakan hukum kejahatan lingkungan hidup.

Menanggapi perkembangan kasus tersebut, kami dari perwakilan kelompok masyarakat di Kabupaten Nagan Raya dan Provinsi Aceh memberikan beberapa saran kepada Mahkamah Agung.

1. Pihak Tergugat dalam hal ini PT. Kallista Alam segera melakukan kewajiban pemulihan lingkungan seluas 1.000 hektare yang dibakar di Desa Pulo Kruet, Kecamatan Darul Makmur, Kabupaten Nagan Raya.

2. Ketua Pengadilan Suka Makmue yang memutuskan perkara harus menghitung dwangsom sejak 18 April 2017, sejak Majelis Hakim Mahkamah Agung mengeluarkan mengeluarkan Putusan Nomor 1 PK/Pdt/2017.

3. Pelaksanaan pemulihan lingkungan seluas 1.000 hektare harus melibatkan masyarakat lokal. Sehingga, dampak yang diharapkan akan memberi ruang kesadaran masyarakat tentang manfaat hutan gambut di daerahnya.

4. Pengawasan pelaksanaan pemulihan lingkungan seluas 1.000 hektare melibatkan unsur organisasi lingkungan dari kalangan LSM. Sehingga, pemulihan lingkungan bisa berjalan sesuai dengan rencana yang disusun dalam Perma Nomor 1 Tahun 2023 Tentang Pedoman Mengadili Perkara Lingkungan Hidup.

Negara (pemerintah) adalah wali (trustee) dari lingkungan, yang memiliki kewajiban untuk mencegah pencemaran/kerusakan lingkungan jika belum terjadi, dan untuk menanggulangi pencemaran/kerusakan tersebut jika sudah terjadi.

Maka dari itu, kami akan terus mengawal agar kasus yang merugikan segenap warga negara kita. Sampai masyarakat dan lingkungan mendapatkan keadilan.

Tertanda,

Aceh Wetland Foundation

Yayasan APEL GREEN Aceh

Kepala Desa Pulo Kruet

Halaman ini tersedia dalam bahasa berikut:

Pesan buletin kami sekarang.

Tetap up-to-date dengan newsletter gratis kami - untuk menyelamatkan hutan hujan!