Selamatkan Rawa Tripa, Habitat Terakhir Orangutan!

muka Orang-Utan Sekitar 280 ekor orang utan terdapat di Rawa Tripa (© Rita Glaus) foto drone rawa gambut Sebagian hutan rawa gambut Tripa masih utuh (© APEL Green Aceh) Seorang karyawan AWF berdiri di atas batang kayu di rawa gambut. Kelapa sawit terlihat di sebelah kiri dan kanan Pembela lingkungan Koalisi Selamatkan Lahan dan Hutan Aceh (KSLHA) investigasi lahan rawa gambut Tripa (© Rita Glaus) foto drone HGU baru Astaga! 8.000 hektar konsesi HGU kelapa sawit berada dalam kawasan lindung gambut Tripa (© APEL Green Aceh) dua laki-laki menanam pohon disebelah kanal Bukan PT Kallista Alam memulihkan lahan yang telah rusak, melainkan pembela lingkungan APEL Green Aceh (© APEL Green Aceh)

Lahan di kawasan lindung gambut Tripa di Nagan Raya dibuka lagi - ini hasil investigasi Koalisi Selamatkan Lahan dan Hutan Aceh. Kehilangan tutupan hutan mencapai ratusan hektar.

Berita & update seruan

Kepada: Direktorat Jenderal Penegakkan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kepala Polisi Daerah (Kapolda) Aceh, Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Aceh

“Bebaskan HGU di dalam Kawasan Lindung Gambut Tripa, Tetapkan dalam Rencana Tata Ruang!”

Membaca surat

Salah satu ekosistem yang begitu indah dan habitat orangutan berada dalam bahaya besar! Yang dimaksud adalah rawa gambut Tripa di Kawasan Ekosistem Leuser (KEL), salah satu lahan basah yang paling penting bagi iklim, keanekaragaman hayati dan kesejahteraan masyarakat di provinsi Aceh, Sumatra, Indonesia.

 

Mitra kami APEL Green Aceh secara rutin memantau kawasan ini. Para aktivis menemukan bahwa sekarang ini deforestasi kembali terjadi. Secara terbuka, excavator dan bulldozer sedang menghancurkan hutan rawa gambut.

Deforestasi kembali sangat tragis karena ada kubah gambut di rawa gambut Tripa yang sebenarnya membutuhkan perlindungan ketat. Terutama karena sebagian besar rawa gambut Tripa telah dihancurkan untuk minyak kelapa sawit dalam sepuluh tahun terakhir. Bahkan saat ini, perusahaan-perusahaan kelapa sawit bertanggung jawab atas penggundulan hutan tersebut.

Kallista Alam adalah salah satunya perusahaan yang masih aktif di Tripa. Kallista Alam (KA) terkenal di seluruh dunia karena telah membakar 1.000 hektar hutan gambut Tripa pada tahun 2012 – yang mengakibatkan kematian ribuan orangutan ikut terbakar. KA merupakan perusahaan pertama yang dijatuhi hukuman denda besar karena Karhutla (kebakaran hutan dan lahan) yang sampai hari tidak dibayar penuh. KA juga masih belum memenuhi kewajiban untuk merestorasi rawa gambut yang telah rusak.

Daerah Rawa Tripa adalah kawasan habitat satwa kunci Sumatra seperti orangutan dan harimau.

„Jika perambahan hutan rawa gambut semakin merajalela dan tidak ada tindakan oleh aparat penegak hukum, maka satwa lindung di Rawa Tripa semakin terancam punah“, memperingatkan Syukur, direktur mitra kami APEL Green Aceh.

Penghancuran harus segera dihentikan! Paksa pihak berwenang untuk segera mengambil tindakan: 

  1. Menghentikan aktivitas perambahan dalam kawasan lindung gambut Tripa.
  2. Membebaskan Hak Guna Usaha perusahaan PT. Surya Panen Subur (SPS 2) dan PT. Kallista Alam yang masuk dalam kawasan lindung gambut Tripa.
  3. Meningkatkan status hukum atas perlindungan lahan gambut.

Latar belakang

Mitra kami, Yayasan Apel Green Aceh yang menjadi anggota Koalisi Selamatkan Lahan dan Hutan Aceh (KSLHA), melakukan pemantauan rutin ke kawasan rawa Tripa. Investigasi KSLHA dan APEL Green Aceh mendapatkan beberapa kegiatan ilegal di kawasan Rawa Tripa seperti ilegal logging, pembukaan kanal dengan excavator dan penanaman sawit sampai di kawasan lindung gambut ini. Sejumlah kayu yang sudah ditebang ditumpuk menunggu diangkut ke luar hutan. Aktivitas perambahan hutan tersebut sudah berlangsung jangka waktu lama. Sudah ada yang panen sawit malah tidak ada yang melakukan tindakan tegas dari pihak aparat penegak hukum. APEL Green Aceh mendapatkan oknum lagi membawa kayu ilegal logging dengan sepeda motor yang sudah dimodis.

 

Hasil investigasi pembela lingkungan KSLHA:

> Deforestasi 2022-2024

  • Kawasan lindung gambut di Nagan Raya luasnya mencapai 11.380,71 hektar. 
  • Analisa citra satelit menunjukkan pada tahun 2022 luas tutupan hutan masih berkisar 6.874,37 hektar.
  • Pada April 2024, jumlah luas tutupan hutan hanya sekitar 6.265,56 hektar.
  • Angka kehilangan tutupan hutan di dalam kawasan lindung gambut mencapai 608,81 hektar.
  • Kerusakan hutan gambut yang parah dan mengancam krisis ekologi. 

> Kelapa sawit

Sisa hutan gambut terakhir di Nagan Raya ini masih tumpang tindih dengan penguasaan Hak Guna Usaha (HGU) perusahaan perkebunan kelapa sawit.

Peta hasil overlay dengan peta HGU di Nagan Raya menunjukkan HGU 

  • PT. Surya Panen Subur (SPS) 2 seluas 7.565,26 hektar 
  • PT. Kallista Alam (KA) seluas 520,78 hektar.

Sehingga total jumlah luas HGU dalam kawasan lindung gambut 8,086.04 hektar.

Kondisi hutan ini sedang dalam ancaman pengeringan untuk budidaya perkebunan kelapa sawit.

Minyak kelapa sawit yang berasal dari deforestasi, kerusakan rawa, kehancuran habitat satwa endemik yang terancam punah dan emisi gas rumah kaca sampai hari ini dijual ke pasar dunia.

 

Kasus Kallista Alam

  • 10 Maret 2008. Rawa Tripa yang berada dalam Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) ditetapkan sebagai Kawasan Strategis Nasional (KSN) untuk pelestarian lingkungan hidup.
  • 25 September 2010. PT Kallista Alam mengirim surat kepada BP2T yang isinya memuat UKL/UPL, izin lokasi dan izin prinsip untuk perkebunan Sawit di Rawa Tripa dengan luas 1.896 ha.
  • 27 Oktober 2010. Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BP2T) mengirim Telaah Staf kepada Gubernur Aceh yang isinya menyatakan seluruh areal yang diajukan oleh PT Kallista Alam masuk ke dalam KEL.
  • 22 Maret 2011. Badan Pengelola Kawasan Ekosistem Leuser (BPKEL) mengirim surat ke BP2T perihal PT Kallista Alam telah melakukan pembersihan dan penanaman di Rawa Tripa.
  • 26 April 2011. Tim Polda Aceh Bersama dengan BPKEL melakukan pemeriksaan lapangan, dan ditemukan kegiatan land clearing lebih kurang seluas 350 hektare.
  • 18 Mei 2011. BPKEL membuat laporan dugaan pembukaan lahan tanpa izin ke Polda Aceh
  • 21 Mei 2011. Polda Aceh mulai melakukan penyelidikan dengan melakukan pemeriksaan atas laporan BPKEL.
  • 8 Agustus 2011. Polda Aceh menggelar Perkara, dan berkesimpulan tidak terpenuhi unsur tindak pidana yang dilaporkan oleh BPKEL.
  • 11 April 2012 dan 26 Juli 2012. Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan melaporkan terdapat titik panas (hotspot) yang mengindikasikan terjadinya kebakaran/dugaan pembakaran lahan di Rawa Tripa.
  • November 2012. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum terhadap PT Kallista Alam dengan register perkara Nomor 12/Pdt.G/2012/PN. Mbo.
  • 8 Januari 2014. Majelis Hakim memutus perkara Nomor 12/Pdt.G/2012/PN. Mbo dengan amar menyatakan PT Kallista Alam telah melakukan perbuatan melawan hukum dan dijatuhi kewajiban membayar ganti rugi sebesar Rp114.303.419.000,00, dan memulihkan lahan yang terbakar seluas 1.000 hektare dengan biaya sebesar Rp251.765.250.000,00 dan sah sita jaminan atas tanah, bangunan dan tanaman di Sertifikat Hak Guna Usaha No. 27 dengan luas 5.769 hektare.
  • 17 Januari 2014. PT Kallista mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Banda Aceh atas Putusan PN Meulaboh Nomor 12/Pdt.G/2012/PN. Mbo.
  • 5 Agustus 2014. Majelis Hakim Banding memutuskan perkara dengan putusan pada intinya menolak permohonan Banding.
  • September 2014. PT Kallista mengajukan Kasasi atas putusan PT Banda Aceh Nomor 50.PDT/2014/PT.BNA.28 Agustus 2015 Majelis Hakim Kasasi mengeluarkan keputusan menolak permohonan kasasi.
  • 28 September 2016. PT Kallista Alam mengajukan Peninjauan Kembali ke Mahkamah Agung melalui Pengadilan Negeri Meulaboh.
 

Lahan basah rawa gambut Tripa

Rawa Tripa merupakan satu dari tiga hutan rawa yang berada di pantai barat pulau Sumatera (rawa gambut Tripa, rawa gambut Kluet dan rawa gambut Singkil) dengan luas mencapai 61.803 hektar. Secara administratif, 60% luas rawa Tripa berada di kecamatan Darul Makmur, kabupaten Nagan Raya. 40% berada di kecamatan Babahrot, kabupaten Aceh Barat Daya (Abdya). Wilayah tersebut berada dalam Kawasan Ekosistem Leuser (KEL), yang telah ditetapkan sebagai kawasan strategis nasional untuk pelestarian lingkungan hidup. Dalam RTRWA (Qanun nomor 19 Tahun 2013) menyebutkan bahwa Kawasan bergambut dengan ketebalan 3 (tiga) meter atau lebih, terletak di Kabupaten Kabupaten Nagan Raya merupakan kawasan lindung.

Rawa gambut Tripa memiliki peran sangat penting, yaitu sebagai pengatur siklus air tawar dan banjir serta benteng alami bagi bencana tsunami. Selain itu, Tripa juga dapat menjaga stabilitas iklim lokal, seperti curah hujan dan temperatur udara yang berperan positif bagi produksi pertanian yang berada di sekitarnya.

Hutan rawa gambut Tripa sangat kaya dan merupakan habitat terbaik bagi berbagai jenis ikan air tawar yang memiliki nilai komersil tinggi seperti ikan Lele rawa, Belut, Paitan dan Kerang. Rawa gambut Tripa juga memberikan hasil hutan non kayu seperti madu lebah dan tumbuhan obat- obatan yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat. Selain itu, rawa gambut Tripa juga merupakan habitat bagi satwa langka dan Fauna dilindungi.

Potensi Rawa Tripa 

> Sosial Ekonomi Masyarakat

Kawasan rawa gambut Tripa berada di dua kecamatan yaitu kecamatan Darul Makmur dan kecamatan Babahrot. Di kecamatan Darul Makmur terdapat tiga pemukiman yaitu Tripa Bawah, Sunaam Barat dan Seunaam Timur. Di wilayah itu juga ditempati oleh penduduk suku Aceh yang merupakan kelompok etnis terbesar dan dominan. Etnis-etnis lainnya antara lain suku Jawa, yang merupakan transmigran, suku Batak, dan sebagainya. Mata pencaharian utama sebagian besar penduduk Tripa adalah di sektor pertanian dan nelayan tradisional (terutama untuk produk perikanan di rawa seperti lele gabus dan lokan). Rawa gambut Tripa dengan kekayaan alamnya memiliki potensi besar untuk dijadikan sebagai sumber ekonomi masyarakat.

> Aspek Ekologis Rawa Tripa

Rawa gambut Tripa merupakan bagian dari KEL yang dikenal dengan kekayaan keanekaragaman hayatinya dan telah ditetapkan sebagai kawasan strategis nasional untuk perlindungan lingkungan hidup.

Rawa gambut Tripa memiliki fungsi ekologis yang sangat penting bagi masyarakat sekitar, antara lain:

Sebagai pelindung dari bencana tsunami

Tripa sangat penting untuk penduduk lokal karena mampu menjadi buffer zone tangguh saat bencana Tsunami menghantam Aceh pada Desember 2004. Hal ini terlihat dari minimnya kerusakan yang terletak di belakang kawasan hutan rawa gambut Tripa yang masih terjaga dengan baik.

Pengatur siklus air dan pencegah banjir

Lahan gambut memiliki peranan hidrologis penting karena secara alami berfungsi sebagai cadangan (reservoir) air dengan kapasitas sangat besar. Jika tidak mengalami gangguan, lahan gambut dapat menyimpan air sebanyak 0,8 - 0,9 m3/m3 (Murdiyarso et al, 2004). Dengan demikian Rawa gambut Tripa memiliki peran sangat penting sebagai pengatur siklus air tawar dan banjir.

Cadangan karbon

Berdasarkan hasil studi kedalaman gambut yang dilakukan di Rawa Tripa, memperlihatkan bahwa kawasan ini terdapat tiga kubah gambut dengan kedalaman lebih dari 5 meter. Jumlah cadangan karbon diatas permukaan tanah pada hutan yang masih ada seluas 31.410 Ha (Hutan primer seluas 24.088 Ha dan hutan sekunder seluas 7.231 Ha) sebesar 4.048.335 ton carbon. Sementara cadangan karbon di bawah permukaan tanah (dengan kedalaman antara 130 cm - 505 cm) diperkirakan sebesar 328-2.240 ton karbon/Ha (Agus dan Wahdini, 2008). Jumlah total cadangan karbon di lapisan gambut Tripa diperkirakan mencapai 50 – 100 juta ton, dan merupakan stock cadangan karbon terbesar di Aceh yang belum terlindungi.

Kekayaan keanekaragaman hayati

Hutan rawa gambut Tripa merupakan salah satu habitat penting bagi Orangutan Sumatera (Pongo abelii), yang merupakan salah satu satwa endemik Sumatera yang saat ini keberadaannya sangat terancam punah (IUCN Red List). Dari sekitar 6.600 Orangutan Sumatera yang tersisa di dunia, sekitar lebih dari 4% (atau sekitar 280 ekor) terdapat di Rawa Tripa (Wich, et al., 2008).

Untuk itu Rawa Tripa ditetapkan sebagai salah satu area prioritas bagi konservasi Orangutan Sumatera oleh GRASP (Great Apes Survival Partnership), sebuah program bersama UNEP dan UNESCO yang dijalankan oleh pemerintah Indonesia. Jika hutan Rawa Tripa dibiarkan alami, maka diperkirakan kawasan ini dapat mendukung populasi Orangutan Sumatera hingga sekitar 1.000 ekor (± 20%) atau lebih dari total populasi Orangutan Sumatera.

Selain Orangutan Sumatera, berbagai jenis primata lainnya juga dapat ditemukan di Rawa Tripa, seperti siamang, wau-wau dan kedih. Sedangkan satwa langka lainnya yang terdapat di kawasan ini antara lain Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatraensis), beruang madu (Helarctos malayanus), buaya rawa (Crocodylus porosus), ular python (sanca), serta berbagai jenis burung rawa seperti bangau storm (Ciconia stormi), dan burung belibis (Cairina scutulata). Vegetasi dan jenis-jenis tumbuhan di Tripa juga diperkirakan memiliki komposisi sangat beragam, sebagaimana rawa gambut lainnya di Sumatera (Laumonier, 1997).

Kesimpulan

Namun demikian rawa gambut Tripa hari ini mengalami kerusakan yang sangat parah akibat pembukaan lahan di dalam kawasan oleh perusahaan perkebunan, salah satunya adalah PT. Kallista Alam.

Pembela lingkungan APEL Green Aceh selalu melakukan monitoring di kawasan rawa Tripa yaitu objek pemulihan kawasan rawa tripa yang dilakukan oleh PT. Kalista Alam berdasarkan keputusan pengadilan, dengan demikian kerusakan rawa Tripa masih masif terjadi sampai saat ini yang dilakukan oleh oknum melakukan perambahan hutan rawa Tripa.

Sebagai kawasan lindung gambut berdasarkan Qanun Kabupaten Nagan Raya Nomor 11 Tahun 2015 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Nagan Raya Tahun 2015-2035 pada pasal 27 ayat 2 Kawasan Lindung Gambut seluas 11.380,71 ha terletak di Kecamatan Darul Makmur, berada di Gampong Babah Lueng, Kuala Seumayam, Pulo Kruet, dan Sumber Bakti.



Surat

Kepada: Direktorat Jenderal Penegakkan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kepala Polisi Daerah (Kapolda) Aceh, Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Aceh

Ibu-ibu dan Bapak-bapak yang terhormat,

Saya terkejut mendengar bahwa Kawasan Rawa Gambut Tripa dibuka lagi meskipun Indonesia berkomitmen untuk pelindungan lahan basah, iklim dan keanekaragam hayati. Dunia sangat mengingat kebakaran hutan dan lahan Tripa oleh industri sawit yang mengakibatkan 1.000 hektar lahan berharga yang kaya atas karbon dihancurkan oleh industri kelapa sawit tahun 2012.

Lebih sedih lagi, ribuan satwa, termasuk orangutan, ikut terbakar. Karena kejahatan lingkungan tersebut, beberapa produsen pangan internasional telah berhenti membeli minyak sawit yang berasal dari rawa gambut Tripa.

Mengapa Anda membiarkan Tripa semakin dihancurkan sekarang lagi?

Investigasi pembela lingkungan lokal APEL Green Aceh dari Koalisi Selamatkan Lahan dan Hutan Aceh (KSLHA) tahun 2024 menemukan beberapa kegiatan ilegal di kawasan Rawa Tripa seperti ilegal logging, pembukaan kanal dengan excavator dan melakukan penanaman sawit sampai di kawasan lindung gambut ini. Sejumlah kayu yang sudah ditebang ditumpuk menunggu diangkut ke luar hutan. 

Hasil pemantauan Koalisi Selamatkan Lahan dan Hutan Aceh (KSLHA) secara terinci:

> Angka kehilangan tutupan hutan di dalam kawasan lindung gambut mencapai 608,81 hektar.

> Kerusakan hutan gambut yang parah dan mengancam krisis ekologi. 

> Sisa hutan gambut terakhir di Nagan Raya ini masih tumpang tindih dengan penguasaan Hak Guna Usaha (HGU) perusahaan perkebunan kelapa sawit.

> Peta hasil overlay dengan peta HGU di Nagan Raya menunjukkan jumlah luas HGU dalam kawasan lindung gambut 8.086,04 hektar

1. Surya Panen Subur (SPS) 2 seluas 7.565,26 hektar.

2. Kallista Alam (KA) seluas 520,78 hektar.

> Kondisi hutan ini sedang dalam ancaman pengeringan untuk budidaya perkebunan kelapa sawit.

> Aktivitas pembalakan liar ini telah merambah hingga ke Daerah Peta Indikatif Penundaan Pemberian Izin Baru (PIPPIB) yang seharusnya tidak boleh dirambah dan dimafaatkan untuk tanam sawit.

> Hasil kayu curian dikumpulkan dan dibawa secara terbuka.

> Penebangan kayu liar merupakan pelanggaran Pasal 50 ayat (3) huruf e UU 41/1999, diatur di Pasal 78 ayat (5).

> Aparat Penegak Hukum (APH) tidak bertindak tegas terhadap maraknya aktivitas ilegal logging di Kawasan Lindung Gambut berdasarkan Qanun Tata Ruang Kabupaten Nagan Raya. 

Saya mendukung usaha pembela lingkungan Aceh Koalisi Selamatkan Lahan dan Hutan Aceh (KSLHA) menyelamatkan Kawasan Ekosistem Leuser, terutama lahan basah, rawa gambut dan hutan gambut:

Menghentikan aktivitas perambahan dalam kawasan lindung gambut seluas 11.380,71 hektar.

Membebaskan Hak Guna Usaha (HGU) perusahaan PT. Surya Panen Subur (SPS 2) dan PT. Kallista Alam seluas 8,086.04 hektar yang masuk dalam kawasan lindung gambut Tripa.

Meningkatkan status hukum atas perlindungan lahan gambut seluas 11.380,71 hektar.

Saya menuntut kepada APH, baik kepolisian, Gakkum, maupun pihak terkait lainnya tidak tutup mata terhadap perambahan yang sudah berlangsung lama. Pembabatan hutan secara ilegal ini harus ditindak dan diberi sanksi tegas.

Hormat saya,

Berita & update

September 2024

"Selamatkan Rawa Tripa, Habitat Terakhir Orangutan”, Webinar atau Ngobrol Asik Online, Forest Watch Indonesia, tanggal 4 September 2024, jam 14.00-16.00 WIB, bersama Rahmad Syukur dari APEL Green Aceh, Yusmadi Yusuf dari Aceh Wetland, Nasir Buloh dari WALHI Aceh, Malahati dari Korjuang Aceh.

  • Penyerahan petisi keenam kalinya kepada Polda Aceh tanggal 3 September 2024 dengan lebih dari 65.000 tandatangan.
  • Penyerahan petisi kelima kalinya kepada Gubernur di Banda Aceh tanggal 3 September 2024 dengan lebih dari 65.000 tandatangan.
  • Penyerahan petisi keempat kalinya kepada Sekretariat DPRA di Banda Aceh tanggal 3 September 2024 dengan lebih dari 65.000 tandatangan.
  • Penyerahan petisi ketiga kalinya kepada Majelis Adat Aceh Wali Nanggroe tanggal 2 September di Banda Aceh dengan lebih dari 65.000 tandatangan.
  • Penyerahan petisi kedua kalinya kepada Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Aceh tanggal 2 September 2024 di Banda Aceh dengan 63.736 tandatangan dari 154 negara.

Agustus 2024

Radio Republik Indonesia Banda Aceh memberikan perhatian yang luas terhadap petisi ini dengan perbincangan bersama Direktur APEL Green Aceh, Syukur, dalam acara Mozaik Indonesia pada hari Minggu, 25 Agustus. @rri_pro1bandaaceh (Siaran langsung pukul 15.00-16.00 WIB)

Berita tentang program radio ini: Radio Republik Indonesia Daerah: 139 Negara untuk Selamatkan Rawa Tripa

  • Dua minggu setelah petisi diluncurkan, APEL Green Aceh dan Selamatkan Hutan Hujan menyerahkan petisi yang ditandatangani oleh 40.021 orang kepada Pemerintah Kabupaten Nagan Raya. Pilihan Media yang memberitakan penyerahan (20.8.2024):

Radio Republik Indonesia Meulaboh: https://rri.co.id/meulaboh/daerah/917507/apel-green-aceh-serukan-penyelamatan-orangutan-rawa-tripa

Haba Aceh: https://www.habaaceh.id/news/40-021-petisi-dukungan-internasional-untuk-selamatkan-rawa-tripa/index.html

Pikiran Aceh: https://aceh.pikiran-rakyat.com/news/pr-2988468539/yayasan-apel-green-aceh-serahkan-40021-dukungan-internasional-untuk-selamatkan-rawa-tripa?page=all

Aceh Journal National Network: https://www.ajnn.net/news/yayasan-apel-green-aceh-serahkan-40-021-dukungan-internasional-selamatkan-rawa-tripa/index.html

Catat.co: https://www.catat.co/news/139-negara-beri-dukungan-penyelamatan-rawa-tripa/index.html


Mitra hutan hujan · 12 Sep 2024

Tanda peringatan bagi perusak hutan dan habitat gajah

beberapa orang didepan tanda yang melarag semua kegiatan di hutan produksi

Peringatan oleh Selamatkan Hutan Hujan dan APEL Green Aceh kepada semua pihak yang merusak hutan hujan. Salah satu contohnya adalah hutan produksi desa Kila, Aceh. Meskipun kegiatan operasional dilarang, sebuah perusahaan telah menanam kelapa sawit. Padahal hutan ini adalah habitat gajah sumatra.

selanjutnya

Petisi diserahkan · 2 Sep 2024

Kepada Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Aceh: Selamatkan Rawa Tripa, Habitat Orangutan!

63.736 orang dari 154 negara menuntut: Menghentikan aktivitas perambahan dalam kawasan lindung gambut Tripa. Petisi "Selamatkan Rawa Tripa, Habitat Terakhir Orangutan!" diserahkan kepada Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Aceh.

selanjutnya

berita · 2 Sep 2024

Ngobrol Asik Online dengan Forest Watch Indonesia tanggal 4 September 2024 jam 14:00

"Selamatkan Rawa Tripa, Habitat Terakhir Orangutan”, Webinar atau Ngobrol Asik Online, Forest Watch Indonesia, tanggal 4 September 2024, jam 14.00-16.00 WIB

selanjutnya

Petisi diserahkan · 20 Agu 2024

Petisi Selamatkan Rawa Tripa, Habitat Orangutan! diserahkan di Nagan Raya

Petisi "Selamatkan Rawa Tripa, Habitat Terakhir Orangutan!" diserahkan kepada pemerintah kabupaten Nagan Raya. Lebih dari 40.000 penandatangan mendukung keselamatan rawa gambut Tripa dan orangutannya.

selanjutnya

berita · 12 Agu 2024

Laporan media Indonesia tentang petisi Selamatkan Rawa Tripa

Media Indonesia civilians.id melaporkan peningkatan pesat jumlah tanda tangan pada petisi „Selamatkan Rawa Tripa, Habitat Terakhir Orangutan!"

selanjutnya

Investigasi · 1 Jul 2024

Aktivitas illegal logging di kawasan lindung rawa Tripa semakin mengkhawatirkan

Lahan di kawasan lindung gambut Tripa di Nagan Raya dibuka lagi - ini hasil investigasi Koalisi Selamatkan Lahan dan Hutan Aceh. Kehilangan tutupan hutan mencapai ratusan hektar.

selanjutnya

Surat Terbuka · 26 Des 2023

14 tahun kasus kebakaran hutan rawa Tripa oleh PT Kallista Alam

Sepuluh tahun setelah keputusan pengadilan Aceh atas kejahatan lingkungan di hutan rawa Tripa, PT Kallista Alam akhirnya memulai membayar denda dengan cara mencicil. Masyarakat dan LSM menuntut rawa Tripa segera dipulihkan.

selanjutnya

Investigasi · 5 Apr 2023

Omong Kosong Sawit Berkelanjutan: minyak bermasalah dari Rawa Singkil

Fakta dan bukti di lapangan menunjukkan bahwa Kawasan Suaka Margasatwa Rawa Singkil terancam oleh perambahan dan pembukaan lahan baru untuk perkebunan kelapa sawit. Minyak sawit dari Singkil dbeli oleh perusahaan merek terkenal.

selanjutnya

Berhasil · 23 Jul 2022

Hukum Adat melindungi 300 hektar lahan basah rawa Paya Nie, Aceh

Konservasi lahan basah tropis penting untuk mengatasi krisis iklim. Mitra kami berhasil melindungi ekosistem Paya Nie di propinsi Aceh, Sumatera, lewat peraturan adat. Perburuan burung dan penangkapan ikan yang tak ramah lingkungan kini dilarang

selanjutnya
Footnotes

Petisi ini tersedia dalam bahasa-bahasa berikut:

70.498 Pendukung

Bantulah kami mencapai 100.000:

aktivitas sebelumnya

Pesan buletin kami sekarang.

Tetap up-to-date dengan newsletter gratis kami - untuk menyelamatkan hutan hujan!