
Komnas HAM: Pembiaran Eksekusi Kasus Pembakaran Rawa Tripa Termasuk Pelanggaran HAM
Komnas HAM meneliti kasus pembakaran lahan gambut Rawa Tripa yang telah diadili namun belum dieksekusi merupakan pelanggaran hak asasi manusia by omission. Negara, yang bertanggung jawab untuk melindungi dan memenuhi HAM, gagal melakukan tindakan yang diperlukan atau lalai dalam melaksanakan kewajibannya.
- Komisi Hak Asasi Manusia: Update penyelesaian kasus pelanggaran HAM (by omission) atas kasus pembakaran lahan gambut di Rawa Tripa.
- APEL Geeen Aceh: Negara tidak melakukan apa-apa untuk mencegah atau mengatasi pelanggaran HAM, meskipun seharusnya bertindak.
NAGAN RAYA -- Komisi Nasional (Komnas) Hak Asasi Manusia (HAM) Perwakilan Aceh mengunjungi Kantor Yayasan APEL Green Aceh di Nagan Raya, Jumat 13 Juni 2025.
Tim Pemantauan Komnas HAM Perwakilan Aceh terdiri dari Mulia Robi Manurung (Ketua) dan para anggota Sri Muliani, Yacub Ubaidillah, M Isa dan Eka Azmiadi.
Kunjungan tersebut diterima Syukur Tadu, selaku Direktur Yayasan APEL Green Aceh, sekaligus Koordinator Selamatkan Rawa Tripa dan didampingi sejumlah staf.
Dalam sambutannya, Ketua Tim Pemantauan Mulia Robi Manurung mengatakan, agenda pertemuan dengan kalangan aktivis lingkungan di Nagan Raya ini untuk meng-update perkembangan penyelesaian kasus pelanggaran HAM (by omission) berupa tidak/belum dilaksanakan eksekusi putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap atas kasus pembakaran lahan gambut di Rawa Tripa.
Kasus pembakaran lahan gambut di Rawa Tripa yang telah memiliki kekuatan hukum tetap namun belum adanya eksekusi atas putusan tersebut merupakan bagian dari pelanggaran hak asasi manusia by omission (secara pasif) yang terjadi ketika negara, yang seharusnya bertanggung jawab untuk melindungi dan memenuhi HAM, gagal melakukan tindakan yang diperlukan atau lalai dalam melaksanakan kewajibannya.
Syukur Tadu mengatakan, tidak/belum dieksekusi kasus tersebut sudah termasuk pelanggaran hak atas keadilan dan kepastian hukum.
Disebutkan, dasar hukum antara lain pasal 28D ayat 1 UUD 1945 dan UU No 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia pada pasal 17 dan 18 dan Prinsip Paris tentang standar minimum yang diakui secara internasional untuk lembaga hak asasi manusia nasional.
Dalam UUD 1945, Pasal 28I ayat (4) disebutkan bahwa "perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah."
Selanjutnya Pasal 28I ayat (5) disebutkan, untuk menegakkan dan melindungi hak asasi manusia sesuai dengan prinsip negara hukum yang demokratis, maka pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur, dan dituangkan dalam peraturan perundang-undangan.
Selanjutnya kata Syukur, bentuk pelanggaran. Karena keputusan yang sudah inkracht (berkekuatan hukum tetap) dan belum dieksekusi yang mengindikasikan pemberian imunitas kepada pelaku dan merusak kepercayaan publik.
Dari sisi dampak, pelanggaran HAM ini telah menghilangkan hak atas keadilan dan pembiaran terhadap pelaku kejahatan lingkungan dan kehutanan.
“Ini berarti negara tidak melakukan apa-apa untuk mencegah atau mengatasi pelanggaran HAM, meskipun seharusnya bertindak,” kata Syukur Tadu, Koordinator Selamatkan Rawa Tripa.
Pertemuan tersebut berlangsung dengan diskusi intensif di kedua belah pihak. Pihak Komnas HAM tengah menghimpun data untuk memperkuat pendalaman dan update perkembangan penyelesaian kasus pelanggaran HAM. *

Selamatkan Rawa Tripa, Habitat Terakhir Orangutan!
Lahan di kawasan lindung gambut Tripa di Nagan Raya dibuka lagi - ini hasil investigasi Koalisi Selamatkan Lahan dan Hutan. Kehilangan tutupan hutan mencapai ratusan hektar.

Iklim dan hutan hujan – Kertas posisi dari LSM Selamatkan Hutan Hujan
Hutan hujan merupakan komponen penting dari sistem iklim lokal dan global serta mempunyai peran penting dalam perlindungan iklim dan pencegahan bencana iklim.