
Putusan Pengadilan: Kemenangan untuk Hutan dan Keadilan Lingkungan di Nagan Raya
Untuk pertama kalinya, salah satu pengadilan menjatuhkan hukuman penjara dan denda yang tinggi kepada seorang penebang kayu karena melakukan penebangan ilegal di hutan hujan Nagan Raya di ekosistem Leuser. Putusan ini merupakan kemenangan penting bagi hutan, masyarakat adat dan semua pihak yang berkomitmen untuk melindungi alam.
Pengadilan Negeri Suka Makmue menjatuhkan vonis bersalah kepada Afrizal bin Alm. Rasyidin Musa dalam perkara pidana lingkungan hidup karena terbukti melakukan pemanfaatan hasil hutan tanpa izin di kawasan hutan negara.
Majelis hakim menyatakan terdakwa secara sah dan meyakinkan melanggar Undang-Undang Kehutanan, dengan hukuman pidana penjara 2 tahun dan denda Rp 1 miliar. Jika denda tidak dibayar, terdakwa akan menjalani tambahan kurungan 6 bulan.
Kemenangan untuk Hutan dan Masyarakat Adat
Putusan ini merupakan hasil kerja panjang organisasi masyarakat sipil dan pemantau independen yang konsisten mendorong penegakan hukum terhadap pelanggaran kehutanan. Puluhan batang kayu hasil illegal logging serta dokumen produksi yang digunakan untuk pembalakan tanpa izin berhasil diamankan sebagai barang bukti dan dirampas untuk negara.
“Putusan ini adalah kemenangan moral dan hukum bagi rakyat dan alam. Ini bukti bahwa hukum masih bisa bekerja untuk melindungi hutan, meskipun tantangannya tidak kecil,” ujar Syukur, Direktur Yayasan APEL Green Aceh.
Preseden Penting dalam Penegakan Hukum Lingkungan
Hutan hujan dan rawa gambut menjadi ciri khas Kabupaten Nagan Raya di bagian barat Kawasan Ekosistem Leuser. Hutan terakhir yang luas di Sumatra ini menjadi habitat orangutan, harimau Sumatra, dan gajah. Meskipun ekosistem Leuser beserta satwa liar yang terancam punah dilindungi, kejahatan lingkungan seperti penebangan liar, pertambangan, dan perkebunan kelapa sawit ilegal umumnya tidak ditindak.
Vonis ini menjadi preseden penting bagi pihak-pihak yang masih melakukan pembalakan liar, baik perorangan maupun korporasi. Keberhasilan ini membuktikan bahwa laporan masyarakat dan pemantauan partisipatif adalah senjata ampuh untuk menghentikan kejahatan lingkungan.
Kami berharap putusan ini menjadi peringatan keras
... sekaligus mendorong upaya yang lebih serius dari pemerintah untuk melindungi kawasan hutan dan wilayah adat dari kerusakan yang sistematis,” tambah Syukur.
Solidaritas dapat menghentikan kejahatan kehutanan
Sejak awal, Yayasan APEL Green Aceh berperan aktif mendampingi masyarakat dalam mengungkap praktik pembalakan liar ini. Melalui program pemantauan partisipatif bersama masyarakat adat, KPH Wilayah IV, APEL Green Aceh dan dengan dukungan oleh Selamatkan Hutan Hujan berhasil mengumpulkan data lapangan, dokumentasi satelit, serta laporan investigatif yang kemudian diserahkan kepada aparat penegak hukum.
Selain itu, APEL Green Aceh dengan dukungan Selamatkan Hutan Hujan terus mengambil langkah nyata dalam memperkuat perlindungan hutan. Upaya tersebut dilakukan dengan mengorganisir masyarakat desa sekitar hutan untuk meningkatkan pengawasan terhadap aktivitas ilegal, memberikan dukungan hukum dan advokasi agar laporan masyarakat benar-benar ditindaklanjuti, serta menghubungkan kasus ini dengan jaringan nasional maupun internasional sehingga mendapatkan perhatian yang lebih luas. APEL Green Aceh juga aktif melakukan edukasi publik melalui kampanye dan media, sehingga tekanan moral terhadap pihak berwenang tetap terjaga dan komitmen penegakan hukum dapat semakin diperkuat.
“Kerja bersama antara masyarakat adat, KPH Wilayah IV, APEL Green Aceh dan Dukungan oleh Selamatkan Hutan Hujan adalah bukti bahwa solidaritas bisa menghentikan kejahatan kehutanan. Tanpa dukungan kolektif, kasus ini mungkin tidak akan sampai pada putusan pengadilan,” tegas Syukur.
Terus Kawal Eksekusi dan Penegakan Hukum
Yayasan APEL Green Aceh menegaskan akan terus mengawal proses hukum hingga tuntas, serta mendesak aparat penegak hukum untuk menindak aktor-aktor lain yang berada di balik rantai pembalakan liar dan perusakan hutan.
Ini bukan akhir perjuangan. Ini adalah awal baru untuk membangun keadilan ekologis dan masa depan hutan yang lestari di Aceh dan seluruh Indonesia.
Halaman ini tersedia dalam bahasa berikut:

Selamatkan Rawa Tripa, Habitat Terakhir Orangutan!
Lahan di kawasan lindung gambut Tripa di Nagan Raya dibuka lagi - ini hasil investigasi Koalisi Selamatkan Lahan dan Hutan. Kehilangan tutupan hutan mencapai ratusan hektar.

Melestarikan hutan hujan di Asia Tenggara
Hutan hujan di Asia Tenggara bagi orangutan, harimau Sumatra, burung Cendrawasih dan komodo merupakan tempat istirahat dan habitatnya yang terakhir.

Kawasan lindung - tanya dan jawab
Kawasan lindung seperti taman nasional mempunyai peranan penting bagi pelestarian biodiversitas dan iklim. Tetapi kawasan lindung mengandung resiko.