Masyarakat adat di Aceh melindungi mangrove dengan keberanian dan tekad bulat
Dalam film „Desa Mandiri Peduli Mangrove“, mitra kami Aceh Wetland Forum (AWF) menunjukkan bagaimana desa Simpang Lhee menjadi „desa mangrove“. Disini berlaku aturan masyarakat adat melindungi alam.
Hutan mangrove melindungi alam dari badai. Hutan ini juga menjadi tempat berkumpul anak-anak ikan dan kepiting serta menyimpan karbon dan memberi makan manusia. Sayangnya 84% hutan mangrove di desa Simpang Lhee rusak oleh karena tambak ikan dan produksi arang. Hal yang serupa terjadi juga di banyak wilayah di Aceh, di pinggir ekosistem Leuser di pantai utara Sumatra.
Penduduk desa-desa yang kecil sering tak berdaya menentang perusakan akibat akuakultur dan produksi arang. Pemerintah sering bertindak pasif, pelaku hampir tidak pernah dihukum. Sementara masyarakat adat sejak ratusan tahun telah menunjukkan bahwa mereka memanfaatkan hutan secara berkelanjutan tanpa merusaknya. Persoalannya: pengetahuan ekologis masyarakat adat diabaikan dan hak-haknya tidak diakui negara.
Dalam film „Desa Mandiri Peduli Mangrove“, mitra kami Aceh Wetland Forum (AWF, sebelumnya Aceh Wetland Foundation) menunjukkan bagaimana Simpang Lhee menjadi „desa mangrove“ - independen, ramah lingkungan dan juga resmi. Di sana berlaku aturan masyarakat adat melindungi alam. Rintangan birokrasi juga telah diatasi. Langkah selanjutnya: Kementerian perhutanan harus resmi mengesahkan status baru desa Simpang Lhee. Desa ini bisa menjadi contoh bagaimana jurang antara pengetahuan masyarakat adat tentang alam dan sistem hukum negara bisa dijembatani.
Desa Simpang Lhee didukung oleh Aceh Wetland Forum dan Selamatkan Hutan Hujan. Penebangan hutan ilegal, produksi arang dan akuakultur tidak boleh lagi ada di Simpang Lhee. Kelompok ranger „Jaguar Bangka“ senantiasa berpatroli di wilayah itu. Pengadilan masyarakat adat mengecam keras pelaku perusakan.
Desa tersebut mengambil inisiatif sendiri untuk melindungi dan menghijaukan kembali hutannya, sebab tanpa hutan mangrove orang tidak bisa lagi menangkap ikan, udang dan kepiting. Mereka ingin terus memanfaatkan buah-buahan dan airnya dari hutan mangrove serta terus memproduksi terasi. Dan tak kalah penting adalah melestarikan wilayah basah yang penting bagi kita semua.
Mangrove tidak hanya berguna bagi warga Simpang Lhee, tapi untuk seluruh dunia. Memelihara mangrove adalah keinginan dan keberanian, tidak hanya dengan pendanaan, ujar Saiful Anwar di film tersebut.
#savemangrove #savewetlands #AcehWetlandForum #RainforestRescue
Desa Mandiri Peduli Mangrove
8:32 menit, bahasa Indonesia dan terjemahan dalam bahasa Jerman
Halaman ini tersedia dalam bahasa berikut:

Selamatkan Rawa Tripa, Habitat Terakhir Orangutan!
Lahan di kawasan lindung gambut Tripa di Nagan Raya dibuka lagi - ini hasil investigasi Koalisi Selamatkan Lahan dan Hutan. Kehilangan tutupan hutan mencapai ratusan hektar.

Hutan bakau. Rawa gambut. Perlindungan lahan basah di Aceh
Aceh Wetland Forum melindungi hutan bakau di pesisir timur Aceh, rawa gambut Tripa-Babahrot, dan ekosistem rawa Paya Nie

Melestarikan hutan hujan di Asia Tenggara
Hutan hujan di Asia Tenggara bagi orangutan, harimau Sumatra, burung Cendrawasih dan komodo merupakan tempat istirahat dan habitatnya yang terakhir.

Hutan gambut - dimana air memeluk bumi
Melestarikan hutan rawa gambut adalah langkah penting untuk mengurangi emisi karbondioksida. Namun kawasan ex hutan gambut di Kalimantan dan di Sumatera sering terbakar.