Hutan purba Tongka diselamatkan!

Rangkong tanduk panjang Rangkong tanduk panjang, yang dapat tumbuh hingga 80 cm, adalah salah satu dari delapan spesies rangkong di Kalimantan. Rangkong membutuhkan hutan yang utuh - sama seperti manusia (© Bernard Dupont CC BY-SA 2.0) M Habibi (kiri) dan Jahrul (Save our Borneo) didepan pohon besar M Habibi (kiri) dan Jahrul / Save our Borneo (© Save Our Borneo) Tempat suci para leluhur masyarakat Dayak Batu ini adalah tempat suci para leluhur (© Save Our Borneo) Macan dahan Sunda di atas pohon Macan dahan Sunda yang langka hanya hidup di Kalimantan dan Sumatera (© CC BY 2.0) seorang laki-laki di desa Tongka 1.019 penduduk tinggal di desa Tongka (© Save Our Borneo)

31 Okt 2024

Selama 20 tahun organisasi Save our Borneo (SOB) bekerja sama dengan Selamatkan Hutan Hujan untuk melindungi alam di pulau Kalimantan. Di sini, direktur SOB, M. Habibi menjelaskan bagaimana masyarakat adat Dayak Tewoyan melindungi hutan desa Tongka, alam dan budaya dengan konsep pengetahuan ekologis adat

Kami berkendara berjam-jam menuju hutan yang jauh di Pegunungan Meratus. Perkebunan sawit membentang sejauh cakrawala. Tambang batu bara dan tanah gambut yang gundul menjadi ciri khas lanskap ini. Tiga perempat wilayah Kalimantan berada di tangan perusahaan-perusahaan.

Meskipun demikian ada berita sukses yang bisa kami sampaikan. Kami telah berhasil menyelamatkan hampir 6.000 hektar hutan purba! Wilayah ini persisnya berada di desa Tongka di Pegunungan Meratus, desa tertua di kabupaten Barito Utara. Desa ini akhirnya telah mendapatkan hak atas hutan desa! Oleh karena itu kini hutan tersebut tidak bisa lagi diberikan kepada perusahaan batu bara dan kelapa sawit untuk melakukan deforestasi. Sebuah pencapaian besar!

 

Hak atas hutan desa resmi bagi masyarakat adat adalah salah satu cara melindungi hutan dari kerusakan lebih lanjut. Disejarahnya, bencana di Kalimantan telah ditandai dengan ratusan konflik lahan, karena pemerintah Indonesia menyewakan lahan hutan yang luas kepada perusahaan-perusahaan. Dengan demikian pemerintah Indonesia mengabaikan fakta bahwa ada masyarakat yang tinggal di sana. Ketika masyarakat memprotes perkebunan kelapa sawit baru, mereka sering kali dihadapkan pada polisi yang melindungi perkebunan milik perusahaan - bukan melindungi penduduk desa.

Itulah mengapa kami tidak hanya mengandalkan protes. Kami jelas mendukung masyarakat Dayak dalam upaya mendapatkan hak-hak resmi atas hutan mereka. Memang untuk bisa mencapai tujuan itu butuh waktu yang panjang. Peta-peta harus dibuat, pemukiman historis harus didokumentasikan dan pengetahuan ekologi tradisional harus dicatat.

Pengakuan dari negara sebagai masyarakat adat merupakan prasyarat untuk mendapatkan hak atas tanah, hak atas hutan dan hak atas tradisi adat. Pengakuan ini memberikan kepastian hukum bagi masyarakat adat terkait pemanfaatan dan perlindungan hutan. Hal ini akan bisa meningkatkan kondisi ekonomi mereka, karena mereka boleh memanfaatkan hutan dengan berkelanjutan.

Kami telah meraih kesempatan baik di Tongka! Tapi kami tetap terus bekerja untuk mewujudkan tujuan utama kami, yaitu: Melestarikan hutan dan memanfaatkannya dengan kearifan adat (pengetahuan adat ekologis). Desa Tongka akan menjadi model bagi desa-desa lain!

 

Desa ini terletak di tengah-tengah hutan purba dengan pepohonan yang besar, rumah bagi macan dahan, owa, rangkong dan burung Argus. Hutannya yang indah sangat memanjakan mata. Kita akan sangat terpukul, bila kita membandingkan dengan perkebunan kelapa sawit monoton yang sangat merusak lingkungan yang mendominasi wilayah-wilayah lain di Kalimantan saat ini.

Masyarakat adat Dayak sangat memperhatikan keseimbangan alam

Masyarakat Dayak Tewoyan tinggal di desa Tongka. “Kami sudah ada di sini jauh sebelum negara Indonesia ada,” kata mereka. Dan memang, selama pendakian kami melewati hutan mereka, kami telah melihat makam leluhur mereka di atas batu dan altar tua. 

Suku Dayak Tewoyan memegang teguh tiga prinsip: Keseimbangan di alam, pemanfaatan yang bijak dan kerja sama. Prinsip-prinsip ini berlaku untuk bertani, berburu dan meramu.

 

Di hutan mereka membuka lahan kecil untuk menanam padi, karena mereka berprinsip pada keseimbangan alam. Prinsip ini identik dengan hubungan spiritual dengan Sang Pencipta, yang mereka sebut Juus. Dengan demikian cara hidup tradisional (Adat) dan budaya mereka tetap hidup hingga kini. Selain padi mereka juga menanam kacang-kacangan, ubi kayu, jagung dan terong. 

Mereka mengumpulkan tanaman obat, buah, rotan, karet rebung dan pakis untuk sayuran - hanya untuk kebutuhan sendiri dan sebanyak yang mereka butuhkan. Tidak lebih. Memancing dan berburu punya aturan yang ketat. Hewan liar memiliki arti penting bagi keseimbangan hutan. 

“Kearifan lokal - Pengetahuan ekologis adat” Dayak Tewoyan adalah konsep yang akan berhasil melestarikan hutan Tongka.

Karena masih ada hutan yang luas di Kalimantan - kami akan terus berjuang melestarikannya.

Penulis: M Habibi, Direktur Save Our Borneo

 

Pesan buletin kami sekarang.

Tetap up-to-date dengan newsletter gratis kami - untuk menyelamatkan hutan hujan!