Hutan adalah Titipan: Kita bangkitkan peran kearifan adat di era krisis iklim
Program 5 tahun Desa Binaan Ramah Iklim diluncurkan di Aceh. Inisiatif dari APEL Green Aceh akan menghidupkan kembali peran masyarakat adat dalam menjaga kelestarian hutan dan ekosistem gambut penting di Kabupaten Nagan Raya yang berada dalam kondisi yang mengkhawatirkan.
Nagan Raya, Aceh — November 2025.
Yayasan APEL Green Aceh resmi meluncurkan Program Penguatan Kapasitas Komunitas Lokal dan Masyarakat Adat (Desa Binaan Ramah Iklim) di Kabupaten Nagan Raya, Aceh. Program ini menjadi langkah nyata untuk menghidupkan kembali peran masyarakat adat dan nilai-nilai lokal dalam menjaga kelestarian hutan dan ekosistem gambut Aceh.
Program Desa Binaan Ramah Iklim merupakan inisiatif pemberdayaan masyarakat yang berfokus pada penguatan kapasitas komunitas lokal dan masyarakat adat dalam pengelolaan hutan dan lahan gambut secara berkelanjutan. Program ini dilaksanakan oleh Yayasan APEL Green Aceh dengan dukungan lembaga internasional Rettet den Regenwald e.V.
Program ini melibatkan langsung masyarakat di Desa Blang Meurandeh dan Blang Puuk (Kecamatan Beutong Ateuh), Desa Kreung Itam (Kecamatan Tadu Raya), serta Desa Puloe Krut (Kecamatan Darul Makmur, kawasan Rawa Tripa).
Menurut Rahmad Syukur, Direktur Eksekutif Yayasan APEL Green Aceh, masyarakat Aceh sejak lama telah memiliki sistem adat yang kuat dalam menjaga hutan melalui konsep peran „Pawang Uteun”.
„Dalam tradisi Aceh, hutan adalah titipan Allah yang wajib dijaga untuk generasi mendatang. Kini, kami ingin menghidupkan kembali nilai-nilai itu agar menjadi fondasi bagi restorasi ekologis dan keadilan iklim di Aceh,” ujar Rahmad Syukur.
Program ini akan berjalan selama periode 2025–2030 dan menyasar kawasan hutan serta ekosistem gambut penting di Kabupaten Nagan Raya, termasuk area strategis Rawa Tripa, yang merupakan salah satu dari tiga ekosistem gambut utama di pantai barat Sumatra.
Inisiatif ini lahir dari keprihatinan terhadap menurunnya peran masyarakat adat dan melemahnya sistem kearifan lokal dalam menjaga hutan. APEL Green Aceh melihat pentingnya mengembalikan peran tersebut untuk memperkuat ketahanan ekologis, mendukung agenda FOLU Net Sink 2030, serta mempercepat pencapaian target pembangunan hijau berkelanjutan di tingkat daerah dan nasional.
Program ini juga sejalan dengan arah kebijakan Pemerintah Kabupaten Nagan Raya yang menekankan pembangunan berbasis kearifan lokal, pelestarian lingkungan, dan ekonomi hijau sebagaimana tercantum dalam RPJMD Nagan Raya 2023–2028.
Program akan dilaksanakan melalui serangkaian kegiatan utama, antara lain:
• Analisis kebutuhan komunitas untuk memetakan potensi dan tantangan pengelolaan hutan.
• Pelatihan tematik tentang pengelolaan hutan berbasis masyarakat, pencegahan kebakaran hutan dan lahan, serta penguatan hak-hak masyarakat adat.
• Pendampingan teknis berkelanjutan oleh tim fasilitator lokal.
• Pengembangan ekonomi hijau, termasuk pemanfaatan hasil hutan non-kayu seperti minyak kembiri, herbal lokal, dan kerajinan berbahan alami (enceng gondok).
Program ini menempatkan Pawang Uteun, perempuan adat, dan pemuda desa sebagai pilar utama pelestarian hutan.
Pawang Uteun berfungsi sebagai penjaga spiritual dan sosial; perempuan adat menjaga pengetahuan lokal tentang tanaman obat dan pangan; sementara generasi muda menjadi penghubung antara tradisi dan inovasi melalui pemanfaatan teknologi ramah lingkungan.
„Kami percaya bahwa penyelamatan hutan Aceh tidak bisa hanya berbasis proyek, tapi harus menjadi gerakan budaya dan kebangkitan identitas ekologis,” tambah Rahmad Syukur.
Dukungan dan Kolaborasi Global
Dukungan dari Rettet den Regenwald e.V. memperkuat semangat solidaritas global untuk melindungi hutan hujan tropis Aceh. Kolaborasi ini juga menjadi bagian dari kerja bersama dengan jaringan CSO Selamatkan Hutan Hujan dalam memperkuat gerakan masyarakat menghadapi krisis iklim dan deforestasi.
Dampak yang Diharapkan
Melalui program ini, Yayasan APEL Green Aceh menargetkan peningkatan kapasitas dan kemandirian masyarakat, revitalisasi nilai-nilai adat dalam tata kelola hutan, serta pemulihan ekosistem gambut secara berkelanjutan.
Program ini juga diharapkan menjadi bagian dari sinergi multipihak antara masyarakat, lembaga adat, dan pemerintah daerah dalam mewujudkan Nagan Raya yang berdaulat secara ekologis dan berdaya secara ekonomi.
Inisiatif ini sejalan dengan arah kebijakan Pemerintah Kabupaten Nagan Raya yang menekankan pembangunan berbasis kearifan lokal, pelestarian lingkungan, dan ekonomi hijau berkelanjutan sebagaimana tercantum dalam RPJMD Nagan Raya 2023–2028.
Selamatkan Rawa Tripa, Habitat Terakhir Orangutan!
Lahan di kawasan lindung gambut Tripa di Nagan Raya dibuka lagi - ini hasil investigasi Koalisi Selamatkan Lahan dan Hutan. Kehilangan tutupan hutan mencapai ratusan hektar.
Hutan gambut - dimana air memeluk bumi
Melestarikan hutan rawa gambut adalah langkah penting untuk mengurangi emisi karbondioksida. Namun kawasan ex hutan gambut di Kalimantan dan di Sumatera sering terbakar.