Selamatkan Hutan Papua!

Dua laki OAP © Richard Mahuze Masyarakat Mahuze melakukan acara adat demi pelindungan hutan Di kabupaten Merauke masyarakat Mahuze melindungi hutan dengan ritual adat (© A. Amo)

Presiden Indonesia Joko Widodo pada saat memasuki jabatannya di tahun 2014 berjanji untuk melindungi hutan dan memperhatikan hak-hak masyarakat adat. Nyatanya untuk proyek MIFEE dan Food Estate dibabat jutaan hektar hutan hujan di Papua dan tanah masyarakat adat guna lahan agraria. Tolong Anda ingatkan Presiden Jokowi akan janjinya.

Berita & update seruan

Kepada: Babak Joko Widodo, Presiden Republik Indonesia

“Perkebunan raksasa di Papua? Jangan! Selamatkan hutan Papua dan masyarakat adat!”

Membaca surat

Di Merauke dalam 3 tahun terakhir dibangun persawahan seluas 1,2 juta hektar dan dikelola dengan tehnik industri agraria yang termodern. „Merauke harus jadi lumbung padi. Tidak hanya bagi Indonesia tapi juga bagi dunia“, demikian Jokowi dan katanya lagi: „Disini kami masih mempunyai jutaan hektar.“ Dalam jangka menengah, tutur Presiden, bahkan bisa diperhitungkan sebesar 4,6 juta hektar bagi persawahan.

Yang tidak Jokowi katakan adalah: Dengan demikian Merauke akan tenggelam dalam ladang persawahan. Yang berarti hancurnya ekosistim hutan hujan dan hutan tropis, hutan rawa, sabana dan hutan bakau, serta hilangnya budaya dan kehidupan sekitar 70.000 masyarakat adat Malind yang tinggal terpencar di hutan-hutan. Disana mereka menanam sagu dan mengolah ladang yang kecil.

„Kami hidup dari hutan, dari sagu tapi tidak dari padi“; káta ketua desa. „Menyerahkan tanah kami sama saja bunuh diri. Tanpa tanah kami tidak akan punya anak dan cucu karena mereka tidak akan bisa hidup.“

Masyarakat Malind karena rencana Jokowi ini menjadi cemas: Sejak 2010 di Merauke berjalan proyek agraris yang sangat besar MIFEE (Merauke Integrated Food and Energy Estate). Lebih dari satu juta hektar – lebih dari seperempat luas kabupaten Merauke – hanya dalam waktu 4 sampai 5 tahun jatuh ke tangan konglomerat agraria yang menanam sawit, tebu dan eukalyptus.

Presiden Jokowi sebelum masa pemilihan telah berjanji melindungi hutan dan memperhatikan hak-hak masyarakat adat. Desak Jokowi untuk menepati janjinya dan menjaga kelestarian alam Papua yang unik itu. 

Latar belakang

Masyarakat Mahuze: Film Ekspedisi Biru

Masyarakat Mahuze: Trailer

Sejak resmi bergabung dengan Indonesia tahun 1969, sampai tahun 2005, di Papua baru ada tujuh perusahaan kelapa sawit. Namun tahun 2014 jumlahnya telah mencapai 21 perusahaan, dengan 20 perusahaan lainnya dalam tahap siap beroperasi.

Di tengah konflik sengit antara industri kelapa sawit dan masyarakat adat itulah, Jakarta kembali meluncurkan program sawah satu juta hektar, yang menjadi rangkaian dari apa yang disebut Merauke Integrated Food and Energy Estate (MIFEE).

Idenya adalah menjadikan Papua sebagai lumbung pangan (beras) dan energi untuk kepentingan ekspor. Mengingatkan kita pada 'cultuur stelsel' (1840-1870) di masa kolonial Belanda, di mana Jawa dan Sumatra dijadikan lahan perkebunan komoditi primadona dunia, seperti tebu, kopi, dan karet.

Apa yang terjadi pada orang Papua yang mengonsumsi sagu dan hidup sebagai masyarakat peramu? Bagaimana pula dampaknya terhadap hutan sebagai ladang perburuan dan basis ekonomi mereka?

Dokumenter ini adalah bagian dari rangkaian Ekspedisi Indonesia Biru, setelah 'tetralogi' SAMIN vs SEMEN, KALA BENOA, BADUY, dan LEWA DI LEMBATA.

Papua dan Merauke

Guinea Baru adalah pulau terbesar kedua di dunia. Bagian Timur pulau itu milik negara Papua Niugini, bagian barat sejak tahun 1962 berada di kekuasaan Indonesia, dimana didalamnya terdiri dari 2 Provinsi, yaitu Provinsi Papua Barat dan Papua.

Kabupaten Merauke di tenggara Papua dengan luas 4,5 juta hektar merupakan kabupaten terluas di Indonesia. Jumlah penduduk sekitar 300.000 jiwa, dengan kepadatan jiwa sekitar 0,7 berbanding 1 km². Keterangan mengenai jumlah masyarakat adat Papua berkisar antara 50.000 sampai 80.000 jiwa. Berarti satu jiwa masyarakat adat Papua berbanding empat jiwa penduduk pendatang. Oleh karena itu relasi antara masyarakat adat dan pendatang sangat tidak sepadan.

Di Merauke sejumlah penduduk dari suku Malind hidup dari sagu, hasil kebun, buah-buahan di hutan dan dari berburu.

Masalah terbesar yang sama di kabupaten-kabupaten lainnya di Papua adalah hampir tidak adanya infrastruktur, kurangnya sarana pendidikan dan layanan kesehatan yang sporadis.

Semua bidang ekonomi dan layanan umum dikuasai pendatang. Merauke dulu adalah wilayah sasaran transmigrasi; terutama di desa-desa yang bersebelahan letaknya dengan negara Papua Niugini yang ditujukan bagi transmigran dari pulau Jawa dan pulau-pulau lainnya. Selain itu masuknya militer yang mendesak masyarakat adat ke wilayah pinggiran dan kemudian mengeksploitasi kekayaan alam disana.

Minyak sawit di Papua

Sawit hingga beberapa tahun sebelumnya bukan merupakan gangguan. Meskipun dulu sudah ada beberapa perkebunan, namun produktivitasnya dan nilai ekonominya sedikit. Sejak mulainya politik energi terbarukan dari negara-negara industri Papua menjadi incaran perusahaan agraria.

Reaksi atas booming sawit, pemerintah Indonesia di tahun 2006 akan memperluas perkebunan sawit hingga tahun 2025 sebesar 20 juta hektar. Setengahnya berada di Kalimantan, 7 juta hektar di Papua. Menurut kementrian pertanian terdapat dan akan terus ditanam dalam dimensi yang sama diantaranya di Papua perkebunan jatropha (jarak pagar) untuk produksi bahan bakar agraria, tapioka dan sagu serta perkebunan tebu untuk produksi agroalkohol.

Perusahaan agraria terbelalak matanya memandang tanah alluvial Merauke. „Pasar Uni Eropa yang menentukan dan disini akan dibuat perkebunan“, ujar mantan bupati dari Merauke, John Gluba Gebze. Booming sawit bermulai sejak awal 2007. Kabupaten dengan mudah memberikan ijin usaha di hutan-hutan Merauke.

Rencana menjadikan Merauke sebagai pusat agraria menjadi semakin jelas sejak masuknya MIFEE (Merauke Integrated Food and Energy Estate). Dengan demikian hutan-hutan menjadi sasaran serangan.

MIFEE (Merauke Integrated Food and Energy Estate)

Tahun 2010 MIFEE secara resmi dimulai. Sebuah proyek agraria besar yang memproduksi sawit bagi sektor energi dan beras bagi sektor bahan pangan. MIFEE adalah proyek bisnis terpenting dan terbesar di Indonesia. Puluhan perusahaan Indonesia dan Asia ambil andil. Secara umum pencaplokan tanah terjadi di bawah kuasa militer atau tipuan dan cara-cara yang tidak benar lainnya. Segala bentuk pertentangan akan ditindak berat. Lebih dari seperempat wilayah kabupaten telah jatuh ke tangan pengusaha.

MIFEE tidak hanya mengancam hutan dan ekosistim lainnya, tapi juga eksistensi masyarakat adat secara masif. Mereka tidak punya kesempatan menentang pencurian tanah, mereka dipinggirkan dan didiskriminasi. Memang ada perlawanan atas pencaplokan tanah, atas metode kriminal dari perusahaan-perusahaan Asia, ada aksi protes atas penebangan hutan yang membabi buta, namun semua perlawanan itu hingga kini sering dipatahkan oleh militer yang ada dimana-mana.

Pertanyaan yang sangat tidak menenangkan adalah mengapa Presiden Jokowi secara dramatis mengingkari janjinya dalam pemilihan untuk melindungi hutan dan menghormati hak-hak masyarakat adat.

Program pangan Jokowi atau Merauke sebagai lumbung padi

Pemerintah Indonesia hanya dalam kurun waktu 3 tahun akan membangun di Merauke ladang persawahan sebesar 1,2 juta hektar. Perencanaan pemerintah ditujukan pada perusahaan agraria, namun tidak bagi bantuan kepada petani kecil.

Investisasi berasal dari anggaran negara dan juga dari sektor swasta. Perusahaan negara Pupuk Indonesia Holding dengan perusahaan yang baru dibentuk PT. Pangan akan menjalankan proyek ini. PT. Pangan mendapat 750.000 hektar lahan, kementrian pertanian mengerjakan 250.000 hektar dan perusahaan swasta mendapatkan lahan sebesar 200.000 hektar.

Proyek besar ini termasuk dalam program MIFEE (2010 – 2030). Dalam bingkai kerja MIFEE yang di atas kertas bertindak sebagai proyek besar bagi pangan dan energi, hingga kini utamanya telah ditanam tumbuhan penghasil energi (sawit dan tebu).

Program pangan secara politik mendapat prioritas tinggi.

Ekologi dari Merauke

Kabupaten Merauke terbentuk dari ekosistim yang berbeda-beda: ciri khas hutan hujan terdapat di utara Merauke. Lahan basah dan lahan rawa, ekosistim pesisir dengan hutan bakau di sebelah selatan dan sabana serta hutan tropis di timur.

Taman nasional Wasur, di tenggara Merauke (luas: 413.810 hektar), mengambil sekitar sepersepuluh luas kabupaten. Taman ini punya arti penting sebagai wilayah imigrasi burung. Taman nasional ini terkenal dengan bukit rayapnya yang besar. Cagar alam lainnya terdapat di pulau Kimaam.

Secara ekologis Merauke tidak lagi utuh. Wilayah konsensi yang luas sejak bertahun-tahun diberikan kepada perusahaan kayu dan pulp. Penebangan intensif yang ilegal menyebabkan kayu gaharu hampir lenyap. Pendulangan pasir yang ilegal merubah kondisi pesisir. Penduduk setempat menjelaskan bahwa pemburuan ilegal menyebabkan rusa jarang bisa ditemui. Pada keseluruhan aktifitas ilegal, militer turut campur tangan.

Sabana dan lahan kering sering dianggap sebagai wilayah yang secara ekologis terdegradasi. Di pihak lain lahan basah menyebabkan adanya dugaan bahwa Merauke mengandung cukup air. Sebaliknya Merauke yang karena sumber air tawarnya terbatas dan memiliki musim kemarau yang panjang, menjadi tergantung sepenuhnya pada air sungai dan hujan. Oleh karena tingginya kebutuhan perkebunan sawit dan persawahan akan air memungkinkan persediaan air minum yang kini sudah kritis menjadi lebih parah.

Surat

Kepada: Babak Joko Widodo, Presiden Republik Indonesia

Yang terhormat Bapak Presiden,

Anda telah berjanji untuk melindungi hutan dan memperhatikan hak-hak masyarakat adat. Namun proyek besar MIFEE dan industri agraria lumbung padi di Merauke mengancam hutan di Papua yang relativ masih utuh dan masyarakat adat suku Malind.

Sejak 2010 di areal seluas lebih dari satu juta hektar telah ditanami sawit, tebu dan eukalyptus bagi proyek MIFEE tersebut. Hutan akan musnah dan dengan demikian masyarakat adat akan kehilangan tanahnya. Mereka didesak ke pinggiran dan didiskriminasi serta eksistensinya terancam.

Sekarang Anda berencana dalam kurun 3 tahun ini akan memperluas perkebunan mega bisnis ini sebesar 1,2 juta hektar. Hal ini hanya menguntungkan perusahaan saja, tidak para petani kecil dan masyarakat adat. Janganlah Anda korbankan arti penting hutan di Papua dan ekosistim yang beraneka ragam di Merauke. Teguhilah kata-kata Anda dan lindungilah masyarakat Malind di sebelah selatan Papua.

Bapak Presiden jangan biarkan kedaulatan pangan jatuh ke tangan para pengusaha besar. Bantulah petani kecil, perhatikanlah hak-hak asasi manusia, terutama bagi masyarakat adat.

Berita & update

2023:

Petisi ini dimulai pada bulan Juni 2015, dan pada akhir Oktober 2015, para pembela lingkungan menyerahkan petisi dengan lebih dari 82.000 tanda tangan kepada sekretariat Presiden Joko Widodo di Jakarta. Surat kabar Suara Papua melaporkan: Hutan Papua Terancam Punah. Petisi Minta Presiden Jokowi Hentikan Pembabatan Hutan di Merauke Capai 82 Ribu Pendukung

Setahun kemudian, pada tahun 2016, Yayasan Pusaka Bentala Rakyat dan Justitia et Pax Merauke (SKP-KAME) menyerahkan petisi dengan lebih dari 170.000 tanda tangan kepada sekretariat Presiden Joko Widodo untuk kedua kalinya.

Petisi tersebut tidak dapat menghentikan deforestasi di Papua. Namun, petisi membantu membangun jaringan yang kuat antara para pembela lingkungan dan masyarakat adat.

2023: Tidak terpengaruh oleh perlawanan lokal dan dukungan internasional, eksploitasi sumber daya alam Papua semakin gila. Namun, kampanye untuk menyelamatkan hutan Papua juga semakin penting dan efektif. Petisi kami telah mendapatkan hampir 250.000 pendukung. Terlepas dari usianya, petisi ini masih penting dan berharga.


Papua · 20 Mar 2024

Suku Awyu membela hutan dan melawan perusahaan proyek Tanah Merah

Pengundulan hutan di Boven Digoel oleh PT Digoel Agri

Proyek Tanah Merah di Boven Digoel merupakan serangan brutal terhadap hutan hujan Papua. Hutan suku Awyu akan dikonversi menjadi perkebunan kelapa sawit terbesar di dunia. Namun, suku Awyu melawan proyek tersebut hingga ke Mahkamah Agung.

selanjutnya

berita · 12 Nov 2023

Putusan pengadilan PTUN membahayakan hutan Awyu di Boven Digoel

Masyarakat adat Awyu memperjuangkan hutan mereka di pengadilan. Namun, gugatan mereka ditolak oleh pengadilan di Jayapura. Hendrikus Woro, pemimpin suku Awyu, mengajukan banding. Solidaritas dari seluruh dunia sangat luar biasa.

selanjutnya

berita · 19 Sep 2023

Masyarakat adat Marind memerkarakan Korindo

Masyarakat adat Marind di Merauke memerkarakan HGU Korindo dengan sanksi palang adat karena anak perusahaan telah melanggar hukum adat dan hukum negara. Pertanyaan: Siapakah penguasa tanah Papua Selatan?

selanjutnya

Mitra Hutan Hujan · 10 Mei 2023

Koalisi Selamatkan Hutan Adat Papua dan masyarakat adat Awyu menuntut pemulihan hak-hak dasar masyarakat adat Papua, transparansi dan keadilan

Dua perusahaan terafiliasi dengan PT Menara Group yang tersangkut skandal Proyek Tanah Merah di Kabupaten Boven Digoel mengugat Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Sikap LSM: “KLHK Segera Buka Informasi dan Partisipasi Publik untuk Akses Sumber Daya Alam yang Berkeadilan”

selanjutnya

berita · 6 Mar 2023

Hak konstitusional atas tanah dibatasi oleh syarat birokrasi

Syarat birokrasi membatasi dan melanggar hak konstitusional masyarakat adat atas tanah ulayat. Cerita dari Boven Digoel adalah satu contoh dari ribuan kasus.

selanjutnya

Siaran Pers Mitra Hutan Hujan · 9 Des 2022

Selamatkan Lembah Grime Nawa, hutan dan masyarakat adat!

Koalisi Selamatkan Lembah Grime Nawa meminta pemerintah Kabupaten Jayapura konsisten dengan janji untuk memenuhi tuntutan mencabut izin usaha perusahaan PT Permata Nusa Mandiri yang melanggar hukum dan tidak mengormati hak masyarakat adat dan lingkungan hidup

selanjutnya

Analisis · 1 Sep 2022

Konflik dan penggundulan hutan meningkat di Papua

Deforestasi di Papua tahun ini tetap terjadi. Menurut peta citra satelit penggundulan hutan terjadi di konsesi kelapa sawit dan hutan tanaman industri

selanjutnya

Mitra Hutan Hujan · 21 Mar 2022

Perusahaan kertas Moorim merusak hutan hujan di Papua

Hutan-hutan yang lebat dimana di dalamnya hidup burung kasuari dan kangguru pohon adalah surga biodiversitas dan budaya masyarakat adat. Namun hutan-hutan itu sejak bertahun-tahun ditebang dengan brutal demi minyak sawit, serpihan kayu dan kertas. Menurut sebuah studi, salah satu pelakunya adalah perusahaan kertas Moorim asal Korea Selatan.

selanjutnya

berita · 15 Okt 2021

Hak Masyarakat Hukum Adat diakui di Sorong

Untuk pertama kalinya hak masyarakat hukum adat diakui di Papua Barat. Bupati Sorong menyerahkan surat keputusan kepada salah satu marga suku Moi. Dengan langkah penting ini, masyarakat akan lebih kuat untuk menjaga hutan dan tanah adat.

selanjutnya

sukses · 2 Sep 2021

Ribuan hektar hutan hujan di Papua Barat diselamatkan dari minyak sawit!

Ijin 24 perusahaan minyak sawit dievaluasi di Papua Barat, 14 ijin telah dicabut. Total luas lahan hutan yang bisa dieselamatkan sekitar 300.000 hektar. Ini merupakan hasil kerja sama beberapa kelompok akar rumput masyarakat adat dengan instansi pemerintah dan organisasi lingkungan hidup - satu kesuksesan bagi hutan hujan dan langkah maju menuju pengakuan hak hutan masyarakat adat.

selanjutnya

berita · 21 Jul 2021

Perusahaan kayu dan minyak sawit Korindo kehilangan label FSC

Perusahaan minyak sawit dan kayu asal Indonesia Korindo kehilangan label FSC. Alasan pencabutan menurut FSC karena Korindo telah menebang hutan untuk perkebunan sawit. Hal ini “telah membuat kerusakan dan potensi kehancuran hutan yang bernilai lindung tinggi”. Disamping itu Korindo telah, menurut FSC, mengabaikan hak partisipasi penduduk.

selanjutnya

berita · 27 Mei 2021

Korindo memenangkan penghargaan „International Bully of the Year“

Juri „European SLAPP contest“ telah memutuskan: Perusahaan asal Indonesia Korindo memenangkan penghargaan „International Bully of the Year“. Layaknya penghargaan ini diberikan berdasarkan pada gugatannya terhadap Selamatkan Hutan Hujan atas kasus pencemaran nama baik.

selanjutnya

berita · 30 Mar 2020

Penebangan besar di Papua

Seperempat juta hektar hutan di Papua akan dimusnahkan untuk dibuat perkebunan sawit terbesar di dunia. Perusahaan Digoel Agri telah memulai penebangan. Proyek itu jadi skandal.

selanjutnya

berita · 29 Agu 2019

Papua: Rasisme dan eksploitasi alam bagai dua sisi sebuah medali

Saat kerusuhan akibat penghinaan rasis enam korban meninggal di Papua. Kemarahan akibat rasisme dan perusakan alam berkembang karena juga hutan di Papua ditebang untuk dijadikan bisnis.

selanjutnya

berita · 30 Agu 2018

„Ijin baru di Papua merupakan wujud deforestasi terencana“

Pemerintah Indonesia melakukan pengrusakan hutan di Papua secara terencana. Aktivis lingkungan menuduh pemerintah bahwa perlindungan hutan dan masyarakat adat hanyalah di atas kertas.

selanjutnya

berita · 8 Sep 2016

Surga terbakar: Korindo membabat hutan hujan perawan dan habitat kanguru pohon

Habitat kanguru pohon dan burung-burung surga dalam bahaya: Citra-citra satelit, foto, dan video mengungkapkan penghancuran hutan perawan secara besar-besaran di Papua dan Maluku Utara yang dilakukan oleh perusahaan kelapa sawit dan kayu bernama Korindo.

selanjutnya

berita · 14 Okt 2015

Masyarakat adat dan aktivis bersatu

selanjutnya

Petisi ini tersedia dalam bahasa-bahasa berikut:

248.525 Pendukung

Bantulah kami mencapai 250.000:

aktivitas sebelumnya

Pesan buletin kami sekarang.

Tetap up-to-date dengan newsletter gratis kami - untuk menyelamatkan hutan hujan!